Our Partners

Gunakan GSunni Mesin Pecari Aswaja, agar tidak tersesat di situs2 wahabi.. klik sini..

PCINU Maroko

get this widget here

Resources

Catwidget2

?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts4\"><\/script>");

Catwidget1

Pages

Catwidget4

?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts4\"><\/script>");

Catwidget3

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Sabtu, 05 November 2011

Pesantren Ditengah Arus Pemikiran

Sumber :detiknews.com

          Rasanya tidak lengkap ketika berbicara pesantren tidak memperbincangkan dinamika alumninya yang sudah berserakan. Hal yang paling mencolok saat-saat ini adalah liberalisme kader-kader mudanya yang tersebar diberbagai lembaga, lebih-lebih yang ada dikajian, penelitian dan penerbitan serta advokasi.

Lembaga-lembaga tersebut salah satunya adalah Lakpesdam ( lajnah kajian dan pengembangan sumber daya manusia), LKiS (lembaga kajian islam dan sosial), FIS (forum Indonesia satu), eLSAD (lembaga studi agama dan demokrasi), P3M (pusat pengembangan pesantren dan masyarakat).

Yang paling kontroversial adalah JIL (jaringan islam liberal) yang dikomandani tokoh muda NU, Ulil Abshar Abdalla, serta lembaga-lembaga yang lain. Fenomena dari mereka adalah munculnya wacana-wacana kritis, analitis, independent, progresf, inovatif dan liberal, hasil dari intensitas pergulatan mereka pada kekayaan khazanah klasik dengan wacana kontemporer yang baru sedang menggurita.

Buku-buku kiri bacaan mereka seperti Teologi pembebasan-nya Asghar Ali Enggeneer, Kiri Islam-nya Hasan Hanafi, Konsep wahyu-nya Mohammad Syahrur, Post Tradisionalisme-nya Abid Ali Al-Jabiri, Islam Terapan-nya Moh Arkoum, Rasionalsme-nya Ibnu Rusyd dan Abduh, Kritik Nalar-nya Nasr Abu Zaid, Konsep Madaniyah-Makiyahnya Abdullah an-Naim, Sekularisasi-nya Cak Nur, Pribumsasinya Gus Dur, dan wacana intelektual kritis, analtis lannya dari berbagai penjuru dunia.

Pergulatan ini ditambah dengan pisau analisa teks dan hermeneutika yang di ambil dari para pemikr orientalis dan ateis dari negara-negara barat membuat kader-kader muda NU ini semakin kaya dengan informasi dan metodologi.

Dengan modal inilah mereka mampu mengolahnya sendri secara independen untuk merespon fenomena-fenomena sosial, ekonomi, politk, budaya serta pendidikan yang ada di dunia islam yang notaben masih dirundung kemiskinan, kebodohan, penindasan dan keterbelakangan diberbagai sektor kehidupan.

Melihat realitas timpang inilah mereka menyodorkan konsep baru, berupa revolusi pemikiran secara radikal, agar umat ini bangun dari tidur dan romantisme masa lalunya yang menghegemoni kebebasan berfikir dan berkreasi.

Wacana bolehnya nikah beda agama, menolak syariat islam, pentingnya penguatan civil society, dan urgensinya isu keadilan, pemerataan ekonomi dan pendidikan serta sosalisasi humanitias dan persaudaraan adalah salah satu contohnya.

Tema-tema sentral ini mereka perjuangkan secara all-out lewat berbagai media, cetak maupun elektronik sehingga mendapatkan sorotan dan counter balik yang luar biasa. Inilah era dialektika keemasan pikiran klasik dengan kontemporer.

Naifnya, geliat progresivitas kader ini yang notabene ada di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bandung dan kota-kota besar lainnya, tidak diikuti oleh pesantren.

Sehingga saat ini kita bisa melihat jurang yang menganga antara liberalisme wacana kader muda NU dengan tradisionalisme khazanah keilmuan yang ada dipesantren, kecuali beberapa saja, seperti Sidogiri dan Ma’had Aly Situbondo.

Pesantren sebagai sentral pendidikan NU harus taggap terhadap dinamika yang ada. Liberalisme kader mudanya harus dijembatani dengan langkah-langkah sebagaimana diatas, seperti membentuk forum musyawarah kitab kuning secara kombinatif, antara model salafi dan khalafi, dialektika nash, teks dan konteks secara sirnegis, intensitas pengasahan metodologi dan epistemology studi Islam khususnya ushul fiqh dan qowa'id fiqh.

Pembaharuan pesantren dalam bentuk apapun harus tetap berpijak pada khazanah klasik yang begitu kaya. Saat ini, banyak sarjana keislaman yang bisanya hanya bicara dan mengkritik anatomi doktrin islam tanpa mampu menguraikannya secara ideal, apalagi menyuguhkan konsep baru, mereka dengan mudah mengklaim kesalahan ulama masa lalu.

Untuk itu, santri harus mampu menjawab tantangan riil ini. Ilmu akidah, syariat, ahlak-nya harus diperdalam agar mampu mengarahkan umat pada as shiratal mustaqim, jalan dan pikiran yang lurus, bukan jalan yang asal beda yang mudah tersesat oleh orientasi duniawi.

Saat ini, ada fenomena umum yang sangat ironis, yaitu menjadikan agama sebagai komoditas yang layak dijual demi kepentingan material dan popularitas. Na’uzubillah.

*Penulis: Kusnadi El-Ghezwa adalah Mahasiswa S1 Universitas Ta'limul 'Atiq Imam Nafie, Maroko.

Comments :

0 komentar to “Pesantren Ditengah Arus Pemikiran”