Our Partners

Gunakan GSunni Mesin Pecari Aswaja, agar tidak tersesat di situs2 wahabi.. klik sini..

PCINU Maroko

get this widget here

Resources

Catwidget2

?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts4\"><\/script>");

Catwidget1

Pages

Catwidget4

?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts4\"><\/script>");

Catwidget3

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Selasa, 31 Juli 2012

Puasa, Hadis dan Halitosis


Oleh Alvian Iqbal Zahasfan*

Ibadah puasa adalah ibadah yang unik, baik dalam cara pengamalannya maupun dalam meraih pahalanya. Adapun cara pengamalannya, ibadah puasa merupakan ibadah salbiyah (ibadah negatif). Dalam arti ibadah puasa menuntut seseorang untuk menahan, mencegah, melarang dan menegasikan. Ini yang tidak ditemukan pada ibadah yang lain. 

Senada dengan paragraf di atas, Imam Al-Ghazali membagi ibadah puasa menjadi tiga kelas. Pertama, ibadah puasa ‘kelas ekonomi’. Yakni seorang hamba yang hanya berpuasa menahan haus, lapar dan syahwatnya saja. Kedua, ibadah puasa ‘kelas bisnis’. Yakni seorang hamba yang hanya berpuasa menahan haus, lapar dan syahwatnya ditambah mencegah anggota-anggota tubuh lainnya dari melakukan maksiat (shaum al-jawarih). Seperti maksiat mata, lisan, tangan, kaki dll. Ketiga, ibadah puasa ‘kelas ekskutif’. Yakni, seorang hamba berpuasa secara totalitas, bukan sekedar menahan haus, lapar dan syahwatnya serta mencegah anggota-anggota tubuh dari melakukan maksiat tetapi lebih jauh ia melarang dan menegasikan hatinya dari mengingat selain Allah Ta’ala. Di manakah kelas kita?

Di samping itu, ibadah puasa merupakan ibadah yang tidak enak. Berbeda dengan ibadah yang lain, seperti shalat, zakat, haji apalagi ibadah yang satu ini, nikah (jima’). Seorang teman—dengan keterbatasan ilmunya—nyeletuk tentang ketidakenakkan ibadah puasa, “Tuhan ini bagaimana! enak-enak tidur kok disuruh makan (sahur). Sedangkan saat perut keroncongan malah tidak boleh makan dan susah tidur.” Celetukan seorang teman tadi justru membenarkan eksistensi pahala besar yang tak terhingga yang dijanjikan oleh Allah melalui lisan Nabi-Nya (Hadis Qudsi), “Puasa itu milikku dan Aku yang membalasnya”. (HR. Al-Bukhari Muslim)
Adapun yang unik dalam meraih pahalanya adalah sebagaimana dituturkan oleh hadis riwayat Al-Bukhari dan Musim di atas bahwa secara spesial Allah akan mengganjar langsung pahala orang yang berpuasa. Jadi orang yang berpuasa bukan hanya meraih dua kebahagiaan tetapi tiga; Pertama, saat buka puasa. Kedua, kala bertemu Tuhannya. Ketiga, ketika diganjar langsung oleh Allah dengan ganjaran yang tidak diketahui seberapa besar ganjaran tersebut dan berbentuk apa.

Hadis Seputar Ramadan
Sepuluh tahun yang lalu (Ramadan 1423 H) KH. Ali Mustafa Ya’qub pernah menulis artikel di koran ini berjudul ‘Hadis-hadis Palsu Seputar Ramadan’. Kini artikel tersebut telah menjelma sebuah buku dengan judul serupa.

Inti artikel supaya para penceramah di bulan suci Ramadan lebih berhati-hati ketika mencatut sebuah hadis. Karena tidak sedikit hadis seputar Ramadan yang beredar kualitasnya dha’if (lemah) dan sangat dha’if; munkar, matruk (semi palsu) bahkan maudhu’ (palsu).
Diantara hadis yang sangat dhaif dan tidak laik diceramahkan adalah hadis tentang keutamaan bulan Ramadan yang berbunyi, “Bulan Ramadan itu awalnya rahmat, pertengahannya maghfirah dan penghujungnya pembebasan dari neraka.” 

Sebab kedhaifan hadis di atas dapat dilihat dari dua segi. Pertama dari segi sanad (transmisi hadis). Kedua dari segi matan (kandungan makna). Dari segi sanad ditemukan dua perawi yang dhaif. Yaitu Sallam bin Sawwar dan Maslamah bin al-Shalt. Menurut kritikus hadis Ibnu ‘Adiy (w. 365 H) Sallam bin Sawwar itu munkarul hadis (hadisnya munkar/tidak boleh dijadikan hujjah). Sedangkan Maslamah bin al-Shalt adalah matruk (ditinggalkan/tertuduh sebagai pendusta karena prilaku kesehariannya dusta). Hadis matruk dalam segi kelemahannya berada tepat satu level di bawah hadis maudhu’ (hadis palsu). Oleh karenanya para kritikus hadis menyebut hadis matruk sebagai hadis semi palsu. (Lihat buku Hadis-hadis Palsu Seputar Ramadan karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub MA, hal. 14)

Dari segi matan (kandungan makna) hadis di atas lemah sebab—menurut wakil direktur Dar El Hadith El Hassania, Maroko, Dr. Syekh Khalid Saaqiy—bulan Ramadan awal sampai akhirnya dipenuhi rahmat, maghfirah dan ‘Itqun min an-nar (pembebasan dari neraka). Bukan terkotak-kotak menjadi tiga bagian.
Oleh sebab itu, hadis di atas tidak dapat dijadikan dalil untuk masalah apa pun termasuk fadhail Ramadan (keutamaan bulan Ramadan). Dan tidak layak pula disebut-sebut dalam ceramah atau pengajian Ramadan. Apalagi menurut para kritikus hadis seperti Prof. Dr. Syekh Muhammad Mustafa Azami bahwa menyampaikan hadis dhaif tidak dibenarkan kecuali disertai penjelasan tentang kedhaifannya. (Lihat Manhaj al-Naqd ‘Inda al-Muhaddisin, hal. 84)

Ingat! Rasulullah mengancam orang yang sengaja berdusta atas namanya, “Barangsiapa yang sengaja berdusta (membuat hadis palsu/semi palsu) atas namaku maka bersiap-siaplah menempati kursinya di neraka.” (HR. Al-Bukhari)

Kritik Sosial Halitosis
Dulu sewaktu penulis mondok di pesantren pernah menemukan teks hukum fiqih di ‘barebook/kitab gundul atau kitab kuning’ yang menyatakan makruh bersiwak atau gosok gigi bagi orang puasa setelah lengsernya matahari. 

Sejatinya hukum fiqih di atas ‘terilhami’ oleh hadis sahih riwayat Al-Bukhari dan Muslim, “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah ketimbang wangi misik/kasturi”. Kemudian pertanyaan yang muncul apakah benar demikian maksud dari hadis barusan? Yakni orang yang berpuasa dilarang (makruh) gosok gigi saat berpuasa?

Beberapa orang salah dalam menafsirkan hadis di atas sehingga mereka memelihara halitosis (bau mulut) dan enggan membersihkan gigi dan mulutnya. Padahal dengan menyikat gigi pun halitosis tidak akan hilang, tetapi hanya bisa mengurangi saja.

Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan di sini; Pertama, dari pemahaman hadis, sesungguhnya jika kita cermati, hadis di atas sama sekali tidak melarang orang puasa untuk bersiwak/gosok gigi. Bahkan sebaliknya terdapat beberapa hadis yang menganjurkan untuk bersiwak, seperti yang diriwayatkan oleh Amir bin Rabi’ah bahwa “Saya melihat Rasulullah berkali-kali bersiwak ketika beliau sedang berpuasa.” Dan seperti riwayat dari Ummul Mukminin, Aisyah dari Nabi Muhammad, adapun memakai siwak mensucikan mulut yang mana disenangi oleh Tuhan. (HR Bukhari). Menurut Ibnu Battol, pensyarah (penjelas) Sahih Al-Bukhari dari Cordoba, bau mulut orang puasa itu disebabkan oleh lamanya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman. Dan kata-kata dalam hadis ‘lebih wangi di sisi Allah’ menunjukkan bahwa bau mulut orang berpuasa akan wangi nanti di alam akhirat. (lihat Syarh Sahih Al-Bukhari juz. 4, Hal. 12)
Ust. Ahmad Zaki menuturkan ada riwayat bahwa Rasul pernah meluruskan penafsiran yang salah dari salah satu sahabat tentang hadis di atas. Sejatinya bau mulut orang berpuasa akan diganti dengan bau minyak misik di surga jika berasal dari hati yang bersih dan hanya mengeluarkan perkataan yang baik (tidak meso/mengumpat, ngomongin orang, dll) saat berpuasa.

Kedua, dari sudut medis, menurut Dr. Samuel Oentoro, MS. dari Klinik Nutrifit yang diamini oleh Dr. Rosa dari Klinik Prorevital, Jakarta sebenarnya menyikat gigi tidak menghilangkan halitosis (bau mulut) orang puasa. Karena bau mulut orang yang berpuasa bukanlah berasal dari gigi atau mulut tetapi dari perutnya. Kosongnya lambung dari makanan dan menurunnya kadar air liur menimbulkan bau yang tidak sedap. Jadi siwak atau menyikat gigi hanyalah untuk membersihkan mulut dan menghilangkan bau untuk sementara waktu.
Ketiga, setelah membaca alasan dari sudut medis maka dari sudut sosial dan akhlak, kita dituntut untuk sering-sering menyikat gigi dan atau memakai larutan penyegar mulut supaya tidak mengganggu orang lain. Baik saat kita akan shalat berjamaah, berbisnis dengan orang lain dan aktifitas lainnya. Bukankah ibadah sosial lebih utama dari pada ibadah personal dan mengganggu orang adalah dosa? Jangan sampai ibadah kita kepada Allah (puasa) mengesampingkan ibadah kita yang bersifat horizontal. 

Sekali lagi, puasa di siang hari tidak melarang kita untuk menyikat gigi. Dan perlu dicatat bahwa interaksi kita bukan hanya dengan sesama muslim. Mereka akan sangat merasa terganggu dengan kehadiran halitosis orang yang berpuasa. Bukankah Islam sangat menganjurkan kebersihan, mewajibkan kesucian dan amat menyukai wewangian? Wallahu a’lam bis sowab [aiz]

*Penulis lahir di Jember, 25 Juni 1983
·  Wakil Ketua PPI Maroko 2011-2012
·  Rois Syuriah PCINU (Pengurus Cabang Istimewa NU) 2011-2013
·  Mahasiswa Pasca Sarjana Dar El Hadith El Hassania, Rabat-Maroko  2010-2013

Indahnya Ramadhan

Oleh: Ali Syahbana*

Sungguh, rasa syukur merupakan hal yang utama yang melulu patut kita layangkan kehadirat-Nya. Bagaimana tidak? Berkat anugrah, rahmat serta inayah-Nya kita masih diberi kesempatan untuk kembali mencicipi indahnya bulan Ramadhan. Suatu bulan yang belum tentu kita temui di beberapa kesempatan berikutnya.

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang istimewa dengan beberapa rentetan keistimewaannya. Juga merupakan bulan yang agung, mulia pun penuh brkah. Pada bulan ini telah diwajibkan bagi umat islam se-antero dunia untuk berpuasa. Pada bulan ini telah dibuka pintu-pintu surga, dalam artian adanya kemudahan bagi manusia untuk meraihnya disebabkan pahala yang diobral secara besar-besaran. Pada bulan ini juga ditutup pintu-pintu neraka, dibelenggu setan-setan. Dan yang tak ketinggalan, akan kita jumpai -Insya Allah- suatu malam yang dahsyat, suatu malam yang nilainya lebih berharga dari seribu bulan, yaitu “Lailatul Qadar”. Firman Allah swt: “Lailatul qadri khairun min alfi as-syahr, tanazzalul malaaikatu wa ar-ruuhu fiiha bi idzni rabbihi min kulli amr, salaamun hiya hatta mathla’il fajr.” Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS.)

Berkaitan dengan hal tersebut, Imam Ahmad, Nasa’I dan Al Baihaqi meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda:

“Sungguh, telah datang padamu bulan yang penuh berkah, dimana Allah mewajibkan kamu berpuasa, disaat dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu setan-setan, dan dimana dijumpai suatu malam yang lebih berharga dari seribu bulan. Maka barangsiapa yang tidak berhasil beroleh kebaikannya, sungguh tiadalah ia akan mendapatkan itu untuk selama-lamanya.”

Rasulullah saw dalam khutbahnya pada hari terakhir bulan Sya’ban telah memberikan gambaran keindahan bulan yang mulia ini. Sabda beliau:

“Bulan Ramadhan adalah bulan sabar, pahala sabar adalah surga. Bulan Ramadhan adalah bulan solidaritas (tolong-menolong), dan bulan dimana rizki orang mukmin bertambah. Barangsiapa memberi buka puasa pada bulan itu kepada yang berpuasa, maka baginya maghfirah (ampunan) bagi dosa-dosanya dan bebas dirinya dari api neraka. Ia mendapat pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa itu tanpa sedikitpun mengurangi pahala orang yang berpuasa. Para sahabat bertanya “Tidak mungkin kami semua dapat memberi makanan berbuka puasa kepada orang yang berpuasa.” Rasulullah menjawab: “Allah SWT akan memberi pahala (seperti itu) kepada siapa saja yang memberi makanan berbuka puasa kepada orang yang berpuasa (meskipun) dengan sebutir kurma atau seteguk air.”

Bulan Ramadhan adalah bulan yang awalnya rahmat, pertengahannya maghfirah dan akhirnya pembebasan dari api neraka. Dan barang siapa meringankan (beban) pembantu atau pegawainya di bulan tersebut maka Allah akan mengampuni dosanya dan Allah bebaskan dia dari api neraka. Dan perbanyaklah pada bulan Ramadhan ini empat perkara, (yakni) dua perkara untuk menyenangkan Tuhanmu, ialah membaca syahadat (asyhadu an laa ilaaha illallah) dan membaca istighfar (astaghfirullah). Sedang dua perkara yang justru tidak boleh tidak dari padanya, ialah memohon surga dan berlindung pada Allah dari api neraka.

Barangsiapa memberi minuman bagi orang yang berbuka berpuasa, maka Allah akan memberinya minuman dari telagaku dan ia tidak akan haus lagi setelah itu selama-lamanya.” (HR. Khuzaimah, Al Baihaqi dan Ibnu Hibban dari salman Al farisi).

Di lain kesempatan Rasulullah saw juga mensosialisasikan hal menarik lainnya dari bulan Ramadhan. Beliau menuturkan tentang bagaimana spesialnya amalan berpuasa. Suatu amalan yang berbeda dengan amalan Bani Adam pada umumnya. Dimana amalan puasa hasil akhirnya dikembalikan kepada Tuhannya, bukan untuk manusia itu sendiri sebagaimana amalan-amalan selain berpuasa. Disamping itu bahwa bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih harum disisi Allah swt daripada aroma minyak misik pada hari kiamat.

Dari Abu Hurairah ra, rasulullah saw bersabda: “Allah swt berfirman (setiap amalan anak Adam untuknya kecuali puasa adalah untuk-Ku dan aku akan mengganjarnya). Puasa itu adalah perisai, maka bila seseorang diantaramu berpuasa jangan berkata kotor, bersuara kasar dan berbuat jahil. Apabila ada yang mengumpatnya atau mengajak berkelahi maka hendaklah ia katakan, “aku sedang berpuasa,” sebanyak dua kali. Demi jiwa yang Muhammmad di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum disisi Allah swt daripada aroma minyak misik pada hari kiamat. Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan, ketika berbuka puasa gembira dengan bukanya, dan ketika bertemu Rabbnya gembira dengan (pahala) puasanya.” (HR. Ahmad, Muslim dan Nasa’i).

Selain itu, salah satu hal terindah dari bulan Ramadhan ialah tujuan dari diwajibkannya umat islam berpuasa menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari yang tidak lain “la’allakum tattaquun” (baca; QS. 2:183), terbentuknya pribadi-pribadi yang bertakwa, pribadi-pribadi yang taat akan semua bentuk perintahnya dan bersemangat dalam meninggalkan segala jenis larangannya dalam keadaan apapun. Baik pada saat berada pada posisi seorang diri maupun saat berkumpul dengan sesama makhluk Ilahi. Baik secara rahasia atau sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan. Bukan sebaliknya, yaitu saat berkumpul bersama kita tunjukkan seolah-olah kita makhluk yang bertakwa, akan tetapi saat sendirian tindakan kita jauh dari semestinya. Saat dalam posisi terlihat manusia (terang-terangan) kita khusyu’ dan penuh semangat beribadah, bersikap baik dan banyak menonjolkan perilaku terpuji. Namun ketika dalam posisi sirri (sembunyi-sembunyi) jangankan khusyu’, untuk beribadah (bertakwa) saja malasnya bukan main, hati kita diselimuti rasa kedengkian yang memalukan, keangkuhan yang tinggi, penuh rasa ta’ajjub (membanggakan diri sendiri) dan sifat-sifat buruk lainnya. Na’udzubillahi min dzaalik.

Sedangkan konsekuensi atau akibat dari ketakwaan itu sendiri ialah sebuah kemuliaan disisi Allah swt. Kemuliaan yang nilainya tak terhingga. Kemuliaan yang didamba-dambakan umat manusia. Sehingga dengan capaian kemuliaan itu manusia akan lebih mudah untuk menikmati indahnya kehidupan di surga kelak yang merupakan terminal terakhir kehidupan terbaik manusia. Firman Allah swt: “Inna akramakum ‘indaAllahi atqaakum.” Sesungguhnya yang termulia disisi Allah ialah ketakwaanmu, (QS. 49:13). Begitupun dengan Firman-Nya: “ wasaari’uu ila maghfiratin min rabbikum wajannatin ‘arduhassamaawaatu wal ardu, u’iddat lil muttaqiin.” Dan bersegerahlah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (QS. 3:133 ).

Semoga kesempatan berpuasa yang kita dapatkan ini bisa menjadi motivator bagi kita untuk lebih bergairah lagi dalam merengkuh hal-hal terindah yang terdapat dalam bulan yang penuh barokah ini. Dan semoga Allah juga selalu mencurahkan rahmat kasih sayangnya kepada kita dalam menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang tunduk serta patuh terdahap perintah dan larangan-Nya. Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan.  
 
Wallahua’lambishowab.

Rabu, 25 Juli 2012

Tradisi Membangunkan Sahur di Maroko

Siapa yang tak kenal dengan "dkak"?(sebutan orang Maroko bagi sekelompok  orang yang bertugas membangunkan  orang untuk Sahur selama bulan Ramadhan), bagi penduduk Maroko kegiatan tersebut merupakan symbol dalam tradisi Maroko.  Seiring dengan berjalannya sang waktu tradisi tersebut berada di ambang kepunahan, hanya di beberapa kota tua saja yang masih mempertahankan tradisi tersebut agar tetap eksis seperti Fez, Meknes, Tangier, Tetouan, Marrakesh dan Rabat, terutama di lingkungan lama.

 Dalam pelaksanaannya ‘dkak' menggunakan instrumen tradisional yang berbeda, seperti gendang, kaleng bekas  dan sejenisnya dengan cara melewati rumah satu demi satu sambil membunyikan peralatan yang mereka bawa dan mengucapkan kata-kata yang menandakan saat Sahur tiba. Sementara beberapa dari mereka menganggap kegiatan tersebut sebagai hobi dan mempraktekkannya untuk tujuan religius, beberapa lainnya bertujuan untuk mencari nafkah mereka selama Ramadhan, karena bagi siapa saja yang di tunjuk masyarakat untuk ikut gabung dengan ‘’dkak’’ akan mendapatkan upah . Biasanya upah tersebut di kasihkan menjelang ahir Ramadhan.
Mendengar kegiatan semacam ini tentunya bukanlah hal yang asing bagi para pelajar dan warga Indonesia yang berada di Maroko, meski tidak di jumpai dalam syariat islam tapi kegiatan tersebut seolah sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari puasa antara Indonesia dan Maroko selama bulan Ramadhan.  Bedanya kalau di Indonesia siapa saja boleh ikut dalam kegiatan ini dan tidak mendapatkan upah.

Tradisi tersebut merupakan pekerjaan mulia bagi warga Maroko karena, ‘dkak’ telah membantu orang lain bangun untuk  menyantap sahur tepat pada waktunya ketika alarm jam tidak hadir. ‘’Namun, sayangnya, tradisi ini menjadi sangat langka, apalagi sekarang teknologi yang menembus setiap aspek kehidupan kita akan cukup untuk membangunkan kita pada waktu yang ditentukan. Sekarang, seperti Maroko dengan mengandalkan jam alarm, mereka sudah mulai melupakan tradisi masa lalu mereka.’’ Tutur Omar Bihmidine warga setempat.

Hingga ahirnya beberapa orang Maroko yang masih suka dengan  pekerjaan mulia ini, tidak ada yang berani mempraktekkannya karena takut  dipandang sebagai pengganggu orang-orang yang sedang tidur.

“Sudah saatnya Maroko melihat kembali  bagaimana mereka dulu tinggal di masa lalu selama Ramadhan. Sangat menyedihkan sekali jika tradisi ini harus hilang. Oleh karena itu, kita harus mempertahankan tradisi tersebut. Jika tidak,
kita akan terus kehilangan kekhasan asli yang membentuk identitas Maroko.” imbuhnya.

pernah dimuat di: 
http://www.tribunnews.com/2012/07/24/tradisi-membangunkan-sahur-di-maroko
http://ramadan.detik.com/read/2012/07/25/071053/1974024/631/tradisi-membangunkan-sahur-di-maroko
By: Kusnadi El-Ghezwa.

Meraih Cinta di Bulan Ramadhan

Bermula dari asal mula terciptanya nenek moyang manusia yaitu Adam dan Hawa tiada lain karena cintaNya agar mereka berdua bisa menikmati indahnya kehidupan di surga, namun karena Adam dan Hawa telah melakukan perbuatan yang tidak di cintai oleh Allah SWT seketika itu cintaNya berubah menjadi hukuman. Adapaun diturunkannya mereka berdua ke dunia disebabkan karena kesalahan mereka sendiri tidak mentaati perintahNya. 

Begitu juga ketika kita berbicara tentang cinta di bulan Ramadhan ini, tentunya yang terpikiran oleh kita adalah bagaimana meraih cinta Allah di bulan yang penuh berkah ini. Karena di bulan Ramadhan ini, Allah Ta’ala benar-benar obral pahala. Dia memberikan cintaNya kepada kita semua, dengan beragam kesempatan untuk mengumpulkan pahala di bulan yang penuh rahmat dan ampunan ini. Itu sebabnya, sangat aneh sekali jika kita tidak berusaha semaksimal mungkin untuk meraih cintaNya itu.

Namun sangat di sayangkan karena dalam prakteknya tidak sedikit orang yang berusaha dan berlomba untuk meraih cinta di bulan Ramadhan ini tidak tahu caranya untuk meraih cinta di bulan Ramadhan ini, bahkan ada sebagian yang tidak mau tahu caranya untuk meraih cinta tersebut. Ada yang puasa biar berat badannya menurun. Rela menahan lapar dan haus tapi lisannya sering menyakiti orang lain, lidahnya di gunakan untuk ngegosip alias membicarakan kejelekan orang lain dan bahkan ada yang rela tidak melakaukan pekerjaan berat hanya untuk menambah jam tidurnya. Itu sebabnya, Rasulullah saw. bersabda: “Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi mereka tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga” (HR Ahmad).

Nah, jika di bulan Ramadhan ini kita ingin meraih cinta dari Allah SWT, maka kita harus tahu sesutau yang menjadikan Allah cinta kepada kita. Di antaranya yaitu melakukan semua yang di perintahkan oleh Allah SWT kepada kita seperti sholat, zakat, puasa dan memperbanyak amalan-amalan sunah lainnya seperti sholat sunah rowatib serta sholat sunnah lainnya, bersodakoh, berdzikir, membantu orang lain dan menjahui segala larangan-laranganNya. 

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Allah akan membukakan pintu-pintu surga dan menutup pintu neraka. Itu artinya, Allah memberi kesempatan kepada kita untuk berbuat lebih banyak dalam mengumpulkan pahala. Sabda Rasulullah saw.: Apabila tiba bulan Ramadan, dibuka pintu-pintu Surga dan ditutup pintu-pintu Neraka serta syaitan-syaitan dibelenggu (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam sebuah hadis qudsiy Rasulullah SAW. bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, bau mulut orang berpuasa benar-benar lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kesturi. Dia meninggalkan makanannya, minumannya, syahwatnya semata-mata karena Aku. Puasa itu adalah bagiKu. Dan Aku sendirilah yang akan memberikan pahalanya. Dan kebajikan (pada bulan Ramadhan) diberi pahala dengan sepuluh kali lipat kebajikan yang semisalnya. (HR Bukhari dari Abu Hurayrah).

Oleh karena itu jika kita ingin mendapatkan pahala di bulan Ramadhan karena cinta kita kepada Allah SWT. tentunya kita harus meraihnya dengan aturan yang sudah dijelaskan melalui tuntunan Allah dan RasulNya. 

By: Kusnadi El-Ghezwa.

Senin, 16 Juli 2012

Ulama Maroko Resmikan Konfercab NU

Rabat, NU Online
Setelah melalui kerja keras akhirnya mahasiswa Nahdlatul Ulama (NU) di Maroko yang  tergabung dalam panitia Konfercab NU Maroko berhasil menyelenggarakan Konferensi I Nahdlatul Ulama Cabang Istimewa (PCINU) pada musim panas ini, tepatnya pada Ahad (15/7) di Auditorium Institut National des Postes et Telecommunications de Rabat. Konfercab ini berlangsung mulai pukul 09.30-22.00 waktu setempat, dengan tema “Membentuk generasi yang cerdas, Nasionalis, berkarya dan berakhlak mulia”.

Konferensi ini dibuka secara resmi oleh ulama besar Maroko, Prof. Dr. Mariam Ait Ahmed, Guru Besar perbandingan agama dan Ketua organisasi persaudaraan Maroko-Indonesia yang ditandai dengan pemukulan gong. Turut hadir juga dalam acara pembukaan ini, Syeikh Hasan bin Ali Al Syarif al Kattani, Mursyid Thariqah Kattaniyyah dan guru besar Markaz Dirasat Kattaniyah, Dr. Belbasyir, Pendiri Fakultas Dirasat Islamiyyah di Maroko, Dubes RI untuk Kerajaan Maroko dan Stafnya, delegasi mahasiswa Maroko, delegasi perhimpunan mahasiswa Malaysia, Thailand dan sudan di Maroko serta Donatur dan sponsor. Acara pembukaan ini berlangsung mulai pukul 10.00 – 14.00.

Rangkaian agenda Konfercab kali ini diawali dengan pembukaan Konferensi, yang diisi dengan sambutan-sambutan, termasuk sambutan dari ulama Maroko, pemutaran video dokumenter NU berbahasa Arab, dialog terbuka dengan ulama Maroko dan tamu Undangan  dan penampilan tradisi ke-NU-an oleh para Mahasiswa STAINU yang sedang menempuh studi kelas Internasional di Univ. Ibnu Tofeil, Kenetra-Maroko. Ketika acara pembukaan ini berlangsung sempat diliput dan diadakan wawancara terlebih dahulu dengan wartawan telivisi terkenal Maroko.

Acara Dialog terbuka dengan ulama Maroko dan tamu undangan ini dipandu oleh H M. Sabiq al Hady, MA. (Mustasyar NU Maroko) dan Prof. Dr. Mariam Ait Ahmed sebagai Narasumbernya dengan tema “Prospek Dialog Agama dan Budaya antara Indonesia dan Maroko” dalam ruang lingkup ”Peran Mahasiswa Nahdlatul Ulama di Maroko”. Untuk mencapai target “Membuka peluang kerjasama NU dengan Ulama Maroko”.

Di akhir kata sambutannya, Prof. Dr. Mariam Ait Ahmed mengapresiasi rangkaian acara konfercab kali ini, Beliau mengatakan, dirinya akan selalu mendukung agenda-agenda kegiatan PCINU Maroko ke depan dan mengajak bergabung dengan event-event besar yang ia adakan. Sedangkan Syeikh Hasan bin Ali Al Syarif al Kattani, menyatakan siap mengadakan tukar pengalaman tentang paham keislaman orang Indonesia yang nota bene bermadzhab Syafii dengan mengirimkan peneliti-peneliti NU ke Maroko dan sebalikanya.

Minggu, 08 Juli 2012

Makna Logo Konfercab I

Tinggal beberapa hitungan hari lagi, tepatnya hari Ahad tanggal 15 Juli 2012 PCINU Maroko akan mengadakan Konferensi perdana yang akan di laksanakan di gedung Institut National des Postes et Telecommunications  (INPT) Rabat-Maroko.
Dengan semangat dan kebersamaan demi menyukseskan acara tersebut panitia telah membuat Logo Konfercab I sebagai gambaran sebuah harapan dan komitmen PCINU Maroko setelah di laksanakannya Konferensi I Nahdlatul Ulama Cabang Istimewa Maroko.
 


Makna Logo:
Merah Putih: Merah Putih adalah lambang Bendera Indonesia yang  memiliki makna Merah berarti berani, putih berarti suci. Merah melambangkan tubuh manusia, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan untuk Indonesia. 

Bintang Sembilan : Bintang sembilan adalah  perlambang wali songo, garda depan penyebaran islam di Indonesia, sementara letaknya yang melambung tinggi ke agkasa adalah symbol dari semangat juang utuk terus berkiprah dan memajukan kehidupan , dimulai dari nusantara menuju dunia.

Warna Bintang Sembilan sengaja di buat putih agar selaras dengan fitrah kemanusiaan, menandakan bahwa NU tak sekedar berjuang untuk kebaikan anggotanya, tapi juga untuk tegaknya kemanusiaan. 

Gambar Masjid di dalam logo dimaksud untuk mengingat kembali bahwa upaya pensejahteraan dalam islam selalu dimulai dari masjid. Masjid adalah tempat untuk membangun hubungan dengan sang pencipta sekaligus mempererat ikatan dengan sesama. Ia juga merupakan pusat keilmuan,  masjid hassan II karena di maroko pengkajian ilmu bayak dipusatkan disana.

 Warna Dasar Hijau : Melambangkan kesuburan tanah Indonesia dan Maroko yang memilki potensi besar untuk saling bekerjasama dalam berbagai bidang .

Secara umum logo tersebut menggambarkan  ke-NU-an, ke-Indonesiaan dan Internasionalisasi yang sangat kuat serta merefleksi harapan dari hasil Konfercab I agar Nahdlatul Ulama bisa berkiprah dan bisa di terima dari berbagai penjuru dunia khususnya di Maroko dimana PCINU berada. Dengan di tandainya bendera merah putih yang berbentuk bulan sabit menyatu dengan bintang sembilan dan di dalamnya terdapat logo Nahdatul Ulama  menggambarkan bahwa eksistensi serta kiprah PCINU Maroko tidak lepas dari apa yang telah digariskan oleh para pendiri Nahdlatul Ulama sebagai pijakan utama dalam Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


By: Sie Dek-Dok Konfercab I PCINU Maroko.

Rabu, 04 Juli 2012

Hasyim: Kader Pemimpin NU Dibutuhkan Bangsa

Malang, NU Online
Mantan Ketua Umum PBNU dua periode (1999-2009) KH A. Hasyim Muzadi memberikan materi terakhir dari rangkaian kegiatan Pelatihan Kader Pemimpin Nahdlatul Ulama (PKPNU) se-Malang Raya Angkatan II yang telah dimulai sejak Februari 2012 lalu.
Materi terakhir yang bertema ‘Membangun NU, Membangun Bangsa’ itu diadakan di pesantren yang dipimpinnya, Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang, Ahad (1/7) kemarin.

Rais Syuriyah PBNU itu memberikan apresiasi terhadap berbagai kegiatan pelatihan kader di lingkungan NU. Menurutnya, apa yang dilaksanakan di Malang Raya perlu dipresentasikan lagi ke tingkat wilayah, dengan harapan cabang-cabang lain di Jawa Timur akan mengikuti langkah pengkaderan ini dengan format yang lebih sempurna.

“Bagaimanapun pengkaderan pemimpin di NU saat ini benar-benar penting, karena NU sangat dibutuhkan dalam menjaga keutuhan Bangsa,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu ia juga menceritakan, apa yang dilakukannya pada saat mendapatkan amanat sebagai ketua umum PBNU adalah meneruskan apa yang telah dicapai KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada periode sebelumnya.

“Gus Dur membangun NU dengan pemikirannya yang bagus, kharisma beliau yang tinggi dan kemauannya untuk turun ke cabang-cabang dan ranting. Beliau berhasil menempatkan posisi yang benar sebagai bagian dari negara Indonesia. Sedangkan saya hanya menyempurnakan apa yang telah dicapai oleh beliau dengan perbaikan dalam bidang organisasi dan operasional serta administrasi,” katanya.

Dialog yang berlangsung sekitar dua jam tersebut dimoderatori oleh Suprapto yang juga ketua panitia pelaksana PKPNU II.

Sebagai masukan dan koreksi terhadap keberhasilan PKPNU ini, muncul keinginan untuk memperkuat kurikulum dan silabus dari perkuliahan kader. Penguatan tersebut meliputi berbagai bidang, yakni ideologi Aswaja, qawasan ke-NU-an, keorganisasian, dan kesiapan berjuang untuk NU.

Selain materi terakhir tersebut, sebagai follow-up dari kegiatan yang sudah berjalan, dibentuklah ‘Forum Kajian Alumni PKPNU’ yang sedianya nanti akan mengadakan pertemuan berkala selama 3 (tiga) bulan sekali atau jika ada kebutuhan dan dirasa perlu.

Forum ini dinilai sangat penting diselenggarakan agar para alumni tidak kehilangan komunikasi satu sama lain, juga sebagai wadah kajian tentang berbagai masalah kebangsaan dan keagamaan dalam lingkup alumni. Diharapkan, meskipun kegiatan ini secara resmi sudah ditutup, akan tetapi para pesertanya masih beraktifitas.

Panitia dalam kesempatan itu juga mengumumkan PKPNU gelombang ketiga sedianya akan dilaksanakan mulai September mendatang, dan terbuka bagi para kader NU di Malang Raya yang meluputi Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu.

PCINU MAROKO

PCINU MAROKO

Followers