Our Partners

Gunakan GSunni Mesin Pecari Aswaja, agar tidak tersesat di situs2 wahabi.. klik sini..

PCINU Maroko

get this widget here

Resources

Catwidget2

?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts4\"><\/script>");

Catwidget1

Pages

Catwidget4

?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts4\"><\/script>");

Catwidget3

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Sabtu, 29 Oktober 2011

Berbakti kepada ibu bapak


 Hanya kepada Allah SWT persoalan hidup ini kita tujukan. Hanya karena Allah kita beramal di dunia ini. permasalahan kehidupan yang begitu kompleks telah memberikan warna bagi keadaan dan periastiwa perjalanan kehidupan manusia .

Dedikasi yang intensif sungguh-sungguh pula menjadi salah satu warna kehidupan manusia. keberadaan manusia pada mulanya tiada. Kemudian dari pada itu sang khaliq telah menciptakan insan sebagai mahkluknya untuk terus menjalin habluminallah,hubungan  antara hamba dengan tuhanya. Begitu juga sebaliknya  hablumminannas antara manusia dengan yang lainnya (ba’dluhum ba’dla-bhs.arab). Manusia diciptakan di muka bumi ini sebagai khalifah fil ardi. Yang memikul tanggung jawab yang begitu berat. Sungguh sangat mulia manusia di ciptakan sebagai hewan natiq(berakal), dimana manusia mempunyai kelebihan-kelibihan yang tiada tara di bandingkan dengan mahkluk-mahkluk lainya. Tidak dapat dipungkiri lagi pada awalnya Allah SWT menciptakan insan di muka bumi ini yaitu nabi Adam as. Sebagai hamba yang taat beribadah kepada Allah SWT. Kemudian dari pada itu Allah SWT menciptakan kehidupan, sebagai pelengkap kehidupan nabi Adam a.s yaitu Sayyidatina Hawa.

Kemudian pejalanan kedua insan ini terus berkembang sampai kini dengan giatnya untuk berjuang menuju jalan illahi rabbi . Tidak dapat kita pungkiri lagi muncullah insan yang memikul tanggung jawab  sangat berat yaitu ibu dan bapak. Kita lahir di dunia ini karena lantaran mereka. Mereka terus berusaha dengan sekuat tenaga, pikiran, maupun materi demi putra putrinya sebuah hati belahan jiwa. Ibu mengandung  selama sembilan bulan,tubuh terasa lemah  bagaikan membawa batu di dalam perutnya. Susah untuk tengkurab terkadang tidurpun juga terasa susah untuk miring kekanan dan kekiri. Setelah lahirnya seorang anak terkadang  tengah malam  bila bayi merengek-rengek karena haus ibupun sempat-sempatnya untuk menahan kantuk  demi sebuah hati belahan jiwa.
Ibu  selalu merawat kita, mengasuh kita yang tidak pernah henti-hentinya. Perjuangan dan pengorbanannya bagaikan air yang mengalir dengan deras. Sehingga tumbuh berkembang dewasa sampai saat ini dan seperti kita semua.

Begitu juga bapak, yang memberikan wewangian kasih sayang, mutiara kasih sayangnya yang tidak pernah berhenti dan selalu berarti di dalam hati. Tidak bisa dipungkiri lagi balasan apa yang munasib(pantas) dengan mutiara kasih sayang seorang ibu dan bapak. Walau dengan uang segudangpun  untuk membalaskan jasanya tidak akan pernah cukup.

Ibu dan bapak tidak pernah henti-hentinya berjuang demi sebuah hati belahan jiwa mereka. Pergi pagi pulang petang, walaupun terik mentari terasa membakar tubuh namun tak terasakan lelahnya. Demi menafkahi istri dan putra putrinya bahkan cucu-cucunya,  untuk hidup yang lebih maju guna bumi pertiwi ini. Dan meneruskan perjuangan ibu bapaknya.wahai anak yang taat kepada ayah ibu kenanglah jasa-jasa mereka. Hargailah mereka walaupun bapak kita sudah peot dan giginya copot. Kata orang kulit mereka sudah jagongan tidak seperti kita saat ini mulus, bersih dan masih segar.

Terkadang ada yang merasa malu mempunyai seorang bapak yang sudah tua,peot dan kempot. Mereka tidak mau mengakuinya bahkan berjalan bebarengan dengan orang tuanya saja malu jika dilihat sahabat-sahabatnya.

Memang anak dulunya keluar dari mana??? Kalau tidak dari ayah dan ibu. Sahabat-sahabatku yang kuliah di negri orang yang jauh nan sana dari orang tua, tetaplah sayang pada mereka. Jangan lupakan mereka, jangan memaksakan kehendak terhadapnya demi mengikuti hawa nafsu kita. Karena nafsu seperti anak kecil kalau kita manja-manjakan  hasilnyapun juga seperti itu. Jangan sakiti mereka dan jangan kau berikan beban-beban yang mebuat orang tua merasa berat untuk melakukanya.

Wahai orang yang punya pandangan manfaatkanlah masa muda ini dengan sebaik-baiknya. Ingat nasehat-nasehat orang tua kita. Masa muda merupakan masa yang paling efektif untuk berjuang di jalan Allah SWT. Terkadang salah kaprah dalam memaknai hidup di dunia ini. Bahkan larut dalam budaya-budaya asing yang masih trendya pada zaman sekarang ini.
Berbagai tingkahlaku dan gaya kehidupan menyeruak tampil kepermukaan, adat-istiadat, pergaulan antara hubungan manusia, yang dulunya sangat tabuh dilakukan, mendadak menjadi sebuah trend dan gaya yang laris untuk dilakukan. Pergaulan bebas, narkoba, free seks dan sebagainya. Itu semua merupakan sebagian kecil budaya yang teleh marak menjadi warna dari kehidupan masyarakat dan bukan hanya di negara-negara barat, namun sudah menjalar ke Negara-negara di timur tengah, Asia tenggara dan bumi yang lainya. Semakin hari manusia terobsesi dengan budaya-budaya yang menyesatkan.

        Berbagai macam jenisnya. Mereka keluar kejalanan bagaikan pengantin mengunjungi pertemuan pesta,dansa dan seraya bercampur baur dengan laki-laki, mereka juga ikut main film, siaran radio dan televisi, menampilkan kemesuman serta menampakkan kelemahan dan pelanggaran yang membuat mereka serupa dengan sesamanya dalam masyarakat Barat kerusakan pun tersebar, kemesuman pun merajalela, panti-panti asuhan penuh dengan anak yang lahir diluar nikah, dan malapetaka jadi merata di kota maupun di desa.

             Kemerosotan moral, kebobrokan yang menjadi persoalan besar dalam masyarakat kita terjadi karena percampuran laki-laki dan perempuan, serta kerusakan parah yang menimpa peradaban islam dan kemanusiaan, percampuran laki-laki dan perempuan tersebut menjadi titik tolak di sekolah-sekolah menengah, universitas,  organisasi, dan sebagainya. Inilah keadaan negara islam dan perempuan muslimah sebagai hasil dari keterpengaruhnya oleh serangan kaum salibi dan peniruan yang dilakukan pada perempuan barat.

Kita katakan kepada mereka yang senantiasa tenggelam dalam kedzaliman, dosa, dan kemaksiatan bahwa mereka ini boleh jadi tidak mempercayai adanya neraka, atau meyakini bahwa neraka diciptakan untuk selain mereka. Mereka telah lupa akan hari perhitungan dan hari pembalasan dan mereka pura-pura buta akan apa yang terpampang di hadapan mata berupa kedahsyatan, kesulitan dan kengeriannya.

Demikianlah artikel ini ditulis untuk memberikan pelajaran kepada teman-teman yang sedang merindukan kedua  orang tua kita. Coba merenung sejenak untuk mengingat moment-moment kita sewaktu bersama kedua orang tua. Sungguh merindukan sekali. Ingin rasanya jiwa ini untuk memeluk ibunda yang tercinta. Tapi apalah daya, mereka nan jauh di sana. Hanya secercah air mata yang selalu hadir di kelopak mata ini untuk membendung rasa rindu. Tunggu ibunda dan ayahanda yang tercinta ananda di negeri orang akan selalu memberikan untaian doa.
Ananda pegang janji atas amanat-amanat ibunda tidak akan pernah mengecewakanmu. Ananda akan kembali setelah ilmu sudah melekat di jiwa ini. mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan khususnya pada diri saya.



OLEH: SRI HIDAYANTI
TANGER 06-10-2011

penulis adalah mahasiswi asal tanah riau yang sedang merampungkan jenjang S1 nya di Imam Nafie Tanger, Maroko.

Sebuah Cerita tentang Bid’ah di Dusun Kami

Sebuah Cerita tentang Bid’ah di Dusun Kami


sumber www.nu.or.id
Kang Hanif, seorang anggota Ansor, telah lama didaulat masyarakat di desa untuk memangku masjid. Semua acara keagamaan dia yang memimpin. Suatu hari ada seorang berjenggot panjang dan bercelana cingkrang dari sebelah desa menudingnya sebagai pelaku bid’ah, churafat, takhayul, bahkan syirik.

“Mas, sampean jangan terus-terusan menyesatkan umat. Tahlilan, sholawatan, yasinan, manaqiban, bermaaf-maafan sebelum memasuki Ramadhan, itu bid’ah. Apalagi mendoakan mayit, tawasul atau ngirim pahala untuk orang sudah mati. Doa itu tidak sampai, bahkan merusak iman. Musyrik hukumnya,” kata orang tersebut dengan gaya sok paling Islam dan paling benar.

Kang Hanif hanya diam saja. Ia sudah beberapa kali menghadapi orang begitu yang biasanya hanya bermodal “ngeyel” dengan ilmu agama yg jauh dari memadai. Persis seperti anak kecil baru belajar karate, yang baru tahu satu dua jurus saja lagak lakunya belagu.

Walau kang Hanif telah 9 tahun mengaji di pesantren Tambak Beras dan paham betul dasar-dasar amaliyah itu, ia tetap tak membantah dan membiarkan orang itu terus menudingnya. “Percuma saja membantah orang itu. Hatinya tertutup jenggotnya. Mata hatinya tak seterbuka mata kakinya,” batin kang Hanif.

Beberapa waktu kemudian ayah orang yang berjenggot dan bercelana cingkrang itu meninggal dunia. Kang Hanif datang bertakziyah bersama para jamaahnya. Dia lantas berdoa keras di depan mayit si bapak dan jama’ahnya mengamini.

“Ya Allah, laknatlah mayit ini. Jangan ampuni dosanya. Siksalah dia sepedih-pedihnya. Kumpulkan dia bersama Fir’aun, Qorun dan orang yg Engkau laknati. Masukkan dia di neraka sedalam-dalamnya, selama-lamanya”.

Si jenggot bercelana cingkrang menghampiri Kang Hanif, bermaksud menghentikan doanya.

“Jangan protes. Katamu doa kepada mayit tidak akan sampai. Santai saja. Tidak ada yg perlu engkau khawatirkan bukan? Kalau aku sih yakin doaku sampai,” ujar kang Hanif tenang.

Muka si jenggot bercelana cingkrang pucat. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya yang biasa menghakimi orang lain

Penulis: Wahyu Andre

Indonesia-Maroko dulu, kini dan nanti


Indonesia-Maroko dulu, kini dan nanti

Layaknya Arjuna dan Karna atau Sugali dan Sugriwa hubungan Indonesia dan maroko memang kabur di telan  jauhnya jarak, padahal seperti kita kenal salah seorang penyebar Agama islam bernama Maulana malik Ibrahim atau yang lebih dikenal dengan Sunan Gresik konon berasal dari keturunan  negri Amazigh (Suku barbar di Maroko.red) ini, belum lagi pengarang buku wajib bagi para santri yang hendak mendalami gramatika arab yang di negaranya lebih dikenal dengan nama Ibnu Ajjurum yang meski kini keberadaan makamnya tidak diketahui.
Sedang bagi para pecinta madzhab sufi atau tasauwf  Negara ini merupakan asal dari pencetus Tarikat tijaniyyah salah satu tarikah mu'tabarah (di akui.red) di nusantara. Juga tempat asal  penyusun kitab kumpulan shalawat  Dalailul khairat. Dan sebelum itu semua, Ibnu Batutah telah membuka jalur persahanbatan antara Mghrib dengan masyriq melalui rihlahya ke Nusantara pada tahun 1345  masehi,  ia menggambarkan Samudra pasai tempat ia merapatkan kapalnya di Nusantara dengan begitu indah.

”Negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan
indah,” tutur sang pengembara berdecak kagum.
Kedatangan penjelajah asal Maroko itu mendapat sambutan hangat dari para ulama dan pejabat Samudera Pasai.

Sedang Ir. Soekarno , Putra sang fajar dengan Orde lamanya mencoba menyambung kembali hubungan Indonesia dan maroko bahkan dunia yang sempat terputus oleh penjajahan, maka pada 2 mei  1960 ia beserta rombongan tiba di Bandara Sale, Rabat. Dalam kunjungannya guna menguatkan kemerdekaan Maroko yang di inspirasi dan di dukung KTT Asia Afrika, dan berlanjut dengan di bukanya perwakilan Indonesia di maroko yang menjadi cikal dari kedutaan besar meski sempat mengalami penutupan sementara.
                                                                                ****
Sejak pengangkatannya sebagai Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia pada tahun 2010, H. Tosari Widjaya dengan modal pengalamannya dalam berorganisasi bertekad bersama para Staf-nya menjadi Dream team untuk melanjutkan Hubungan baik antara Indonesia dan Maroko. Kerjasama yang ia buat bersama para pengusaha dari kedua Negara menjadi titik tolak perbaikan ekonomi bagi Indonesia dan Maroko. Sedangkan dalam bidang Budaya pihak KBRI giat dengan berbagai acara – acara Diplomasi guna memperkenalkan Buday a Nusantara, pun menjadi fasilitator bagi kebudayaan Maroko. Dan yang paling berkesan dari Dubes kelahiran Probolinggo ini terutama bagi para pelajar Indonesia di maroko adalah apresiasinya terhadap pendidikan yang begitu tinggi seakan menjadi motivasi tersendiri bagi para Mahasiwa untuk secepat mungkin menyelesaikan studinya. Namun itu semua bukan berarti mengecilkan jasa para Dubes pendahulu, sebab kelebihan dan kekurangan dari suatu masa pastilah berbeda dengan yang lainnya.
Hal itu menjadi perhatiann para intelektual maghrib yang sebagian besar merupakan dosen dari universitas di berbagai penjuru Maroko, untuk membentuk sebuah perkumpulan inteluktual Maroko dengan tujuannya mempererat hubungan antara Indonesia –Maroko.
Di sisi lain para mahasiswa Indonesia di negeri seribu benteng ini pun seakan tak mau kalah dalam tugasnya - tentunya setelah belajar – sebaga duta bangsa, meski masih terbilang ssedikit jika di banding pelajar Indonesia di Mesir , namun tak melemahkan semangat mereka dalam mempromosikan  Indonesia dalam setiap kesempatan.
Ditambah dengan kedatangan mahasisiwa delegasi PBNU yang memberikan warna tersendiri bagi Indonesia terhadap Maroko yang ternyata memiliki banyak kesamaan dengan tradisi di Indonesia dari mulai Silaturrahmi pada hari Ied el fitri, perayaan Maulid Nabi Saw, hingga penghormatan dengan mencium tangan.
                                                                ***
Berbagai ikatan yang terbentuk antara Indonesia dan Maroko memang menguatkan indikasi bahwa kedepannya kedua negara dapat memaksimalkan Hubungan baik dari ekonomi, social, budaya, pendidikan, serta berbagai dimensi lainnya. Di tambah Indonesia dan Maroko sama-sama menganut kebijakan moderat dan merupakan anggota organisasi internasional seperti PBB, OKI, GNB, Kelompok-77 dan Komite Al-Quds.

 Sehingga diharapkan akan lahir penerus Maulana Malik Ibrahim, Ibnu Ajjurum, Syeikh At Tijjani, Syekh Jazuli yang melanjutkan misi dakwah islam ke seantero jagat. Akan muncul pemikir seperti Al jabiri, Fatimah Mernissi, Taha Abdurrahman yang menghiasi cakrawala keilmuaan islam. Dan
Akan terbit Soekarno-Soekarno muda yang member inspirasi kepada dunia.
Rifqi maula
 Penulis adalah mahasiswa  yang sedang merampungkan jenjang s1 nya di kampus Imam Nafie Tanger, Maroko

Teks Deklarasi

Alhamdulillah atas karunia dan ridhoNYA ahirnya penantian panjang itu berbuah manis, tepatnya 17 september 2011di sebuah kota yang menjadi asal mula penyebaran islam sampai ke Eropa pada abad pertama hijriyah dengan Tarik Bin Ziyad sebagai panglima perangnya saat itu telah menjadi saksi sejarah  deklarasi peresmian PCINU Maroko yang di hadiri oleh semua pengurus dan sebagian warga Nahdliyin yang berada di Maroko. Meski acara tersebut di selenggarakan dengan sederhana namun kesederhanaannya mampu mendobrak spirit warga Nahdliyin yang berada di Maroko untuk terus berdakwah di tengah badai panasnya gurun sahara.

Menjadi moment berharga dalam hal ini, mengingat acara deklarasi di resmikan langsung oleh Dewan Musytasyar PBNU Romo K.H. Mimun Zubair beserta rombongan, juga di hadiri oleh Bapak DUBES untuk kerajaan Maroko Tosari Widjaya yang di temani istri beserta rombongan.

Terlaksananya deklarasi ini tidak lepas dari kerja sama antara delegasi pelajar resmi NU dengan PPI Maroko yang beranjak dari spirit kebersamaan dan kemajemukan. Berdirinya PCI NU Maroko tiada lain adalah sebagai wahana untuk belajar berorganisasi, berdakwah dan bermasyarakat dan tentunya dari terealisinya deklarasi ini banyak hal baik yang di harapkan yang tentunya agar bisa di nikmati bersama bagi masyarakat Indonesia di Maroko, maupun masyarakat Indonesia di tanah air. Sesadarnya tentu kami tak bisa berjalan sendiri. Kerja sama, kontribusi dari khalayak umum menjadi hal primer dari keberlangsungan eksistensi kami, terutama masyarakat atau pelajar Indonesia yang berdomisili di Maroko.


Terakhir kucuran rahmat dan ridhoNYA yang selalu kami harapkan untuk menuntun niatan baik kami agar selalu berada dalam petunjuk dan lindungan NYA dalam berorganisasi dan bermasyarakat.

Minggu, 16 Oktober 2011

Misteri “Syi’ir Tanpo Waton” Gus Dur (1)



Malam itu, selepas maghrib, ibu-ibu jama’ah Muslimat berdatangan ke rumah salah satu warga di RT 01 RW 06 Kelurahan Dinoyo, Malang, Jawa Timur. Mereka akan mengikuti pembacaan Yasiin dan Tahlil bulanan.
Sambil menunggu semua jama’ah hadir, seorang ibu mengambil micrphone dan mulai melantunkan bacaan shalawat yang mereka sebut dengan Shalawat Gus Dur. Segera setelah itu semua jamaah yang telah hadir turut bershalawat. Lantunan shalawat ini menjadi penanda akan dimulainya kegiatan.


Di daerah Malang dan sekitarnya, Shalawat Gus Dur, atau dinamakan Syi’ir tanpo Waton, syair tanpa judul, ini sekarang sedang populer. Shalawat ini dibaca dalam acara-acara kegamaan seperti tahlilan, tasyakuran, lailatul ijtima’, bahkan dalam rapat-rapat organisasi dan pertemuan ibu-ibu arisan.  Banyak warga yang hapal di luar kepala, meski syair ini agak panjang.
Mungkin bukan hanya karena kandungan syairnya yang sangat mendalam, namun karena dilantunkan dengan lagu yang merdu dan menyayat hati. Beberapa orang mengaku merinding mendengarnya. Dimulai dengan bacaan istighfar, lalu diikuti bacaan Shalawat, dan dilanjutkan dengan bait-bait syair dalam bahasa Jawa yang cukup bagus, dan ditutup dengan bacaan shalawat lagi, berikut ini:

Astaghfirullah rabbal baroya
Astaghfirullah minal khotoya
Robbi zidni ‘ilman nafi’a
Wawafiqni amalan sholiha

Yarasullah… Salamun alaik
Ya rafi’a syani wadaraji
Athfatayyaji ratal ‘alami
Ya uhailalju diwal karomi

Ngawiti ingsun nglaras syi’iran
Kelawan muji maring Pengeran
Kang paring rohmat lan kenikmatan
Rino wengine tanpo pitungan

Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mung ngaji syareat bloko
Gur pinter ndongeng nulis lan moco
Tembe mburine bakal sengsoro

Akeh kang apal Qur’an Haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale

Gampang kabujuk nafsu angkoro
Ing pepaese gebyare ndunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nisto

Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhide
Baguse sangu mulyo matine

Kang aran sholeh bagus atine
Kerono mapan seri ngelmune
Laku thoriqot lan ma’rifate
Ugo haqiqot manjing rasane

Al Qur’an qodim wahyu minulyo
Tanpo tinulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo

Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mu’jizat Rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjinge iman

Kelawan Alloh Kang Moho Suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadohi
Dzikir lan suluk jo nganti lali

Uripe ayem rumongso aman
Dununge roso tondo yen iman
Sabar narimo najan pas-pasan
Kabeh tinakdir saking Pengeran

Kelawan konco dulur lan tonggo
Kang podho rukun ojo dursilo
Iku sunahe Rosul kang mulyo
Nabi Muhammad panutan kito

Ayo nglakoni sakabehane
Alloh kang bakal ngangkat drajate
Senajan asor toto dhohire
Ananging mulyo maqom drajate

Lamun palastro ing pungkasane
Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Alloh swargo manggone
Utuh mayite ugo ulese

Di Pasar tradisional Dinoyo, Malang, shalawat Gus Dur ini diputar dengan pengeras suara. Bukan oleh penjual kaset, namun langsung dari kantor pengelola pasar. Shalawat Gus mengiringi keriuhan pasar. Bukan hanya itu, beberapa masjid di daerah Malang, Pasuruan, sampai Surabaya memutar shalawat Gus Dur ini menjelang adzan, menggantikan bacaan tarhim yang sudah umum.

Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Malang KH Marzuki Mustamar yang mempunyai forum pertemuan rutin bertajuk “Cangkru’an Gus Dur” mengaku ikut mengembangkan shalawat ini. Ia pun yakin, yang melantunkan syi’ir itu benar-benar Gus Dur.
“Semua sudah menyebut ini shalawat Gus Dur koK,” katanya.

Shalawat Gus Dur ini mulai populer beberapa bulan setelah Gus Dur meninggal dunia. Pada akhir tahun 2010, NU Online sudah menjumpai shalawat ini dipasarkan oleh para penjual kaset di salah satu pasar tradisional di Kediri, Jawa Timur.
Belakangan diketahui kaset shalawat Gus Dur sudah beredar di Jombang, daerah kelahiran Gus Dur sendiri. Kaset Shalawat Gus Dur dirangkai dengan doa Abu Nawas yang dilantunkan Gus Dur dan beberapa kegiatan yang diselenggarakan untuk Gus Dur, termasuk juga talkshow bersama Gus Dur di salah satu stasiun televisi swasta, dan prosesi pemakaman Gus Dur.

Namun siapa bisa memastikan kalau pelantun Syi’ir Tanpo Waton itu benar-benar Gus Dur? Kapan Gus Dur melakukan rekaman? Beberapa orang belakangan mempertanyakannya. Alisa Qothrunnada, putri tertua Gus Dur masih ragu pelantun shalawat ini adalah ayahnya sendiri.
Pasalnya Syi’ir Tanpo Waton ini pun belum pernah dikenalkan Gus Dur kepada putri-putrinya, berbeda dengan syair Abu Nawas, Rabiah Adawiyah atau pun shalawat badar.

Suara pelantun Syi’ir Tanpo Waton itu, kata Lisa, terkadang seperti Gus Dur. Namun sebentar kemudian seperti bukan Gus Dur. “Ada bagian yang memang mirip Gus Dur, tapi pada bagian lain tidak,” katanya. Agak aneh memang. (bersambung..)


Penulis: A. Khoirul Anam

Urgensi dan sisi lain Bahasa Arab


Urgensi dan sisi lain Bahasa Arab

 Bahasa arab keberadaanya menjadi polemik dan perbincangan yang  tak berkesudahan dari beberapa kalangan mengenai hukum dalam mempelajarinya.  Kontraversi ini sangatlah beralasan mengingat  biar bagaimanapun,  bahasa arab adalah bahasa orisinil  Al qur’an dan Assunah,   pedoman hidup  dalam menuntun ummat manusia untuk menggapai  kesempurnaan hidup dunia akhirat bagi meraka yang mengaku seorang muslim.

Eksistensi bahasa arab menjadi hal yang tak bisa di pisahkan dari keberadaan agama islam,  menjadi satu kesatun nyata , karena memang Al qur’an berbahasa  arab, termasuk nabi Muhammad SAW adalah orang arab. Bahasa arab menjembatani orang orang untuk mengenal islam lebih dekat, menghindari penipuan ajaran atau korupsi ilmu dan lain sebagainya.

Sehingga di pantau dari substansinya , bahasa  arab memang begitu fital dalam tubuh islam sebagai manufer dalam memahami ajaran, sehingga mengandung kemungkinan berhukum  wajib dalam pengkajianaya. Bukan hal yang remeh yang tak sepatutnya di acuhkan begitu saja.

Sebelum beranjak lebih jauh, guna menghindari kekeliruan dalam memahami tulisan ini ada dua poin sacral yang perlu di ketahiu bersama yakni

1.              1.   Bahasa arab tak ubahnya mutiara di lautan yang begitu istimewa.
2.            2.     Bahasa arab tak ubahnya seperti batu di tetumpukan gunung yang murah dan biasa.
Kenapa  demikian ?

Menjadikanya begitu istimewa  ketika  sasaran obyek dalam mempelajarinya adalah untuk memahami kandungan Al qur’an dan Assunah, guna mengenal islam lebih dekat .  Jika memang demikian,  maka dalam mempelajari  bahasa  arab akan ada muatan hukum, entah itu wajib, sunnah atau mubah, minimal mempelajarinya adalah hal yang mesti.

Pun di satu sisi lain, bahasa arab tak ubahnya dengan bahasa2 lainya,  yakni sederajat dengan bahasa china, Inggris, prancis dst  jika memang  yang di kaji adalah factor bahasanya saja,  bukan niatan untuk mengasah lebih dalam ajaran agama. Maka hal seperti ini  mubah hukumnya.

Benang merah yang akan kita bahas adalah poin pertama yakni  mempelajari karena alasan agama, bukan sebatas bahasa, dan jika memang bermuatan hukum lantas apa hukumnya mempelajari  bahasa arab ?


Menjadikan bahsa arab wajib dalam pendalamanya itu sangatlah rasional karena ada dalil2 yang mengukuhkanya, tidak sebatas pendapat kosong, akan  tetapi di datangkan  dengan referensi kuat.
إنا أنزلناه قرآنا عربيا لعلكم تعقلون   Dalil ini mashur, sering  di gunakan sebagai apologi dari begitu fital dan istimewanya bahasa arab, hingga Allah SWT menurunkan al qur’an dengan bahsa arab, karena pastinya ada maksud luar biasa kenapa Al qur’an berbahasa arab.

  أحب العرب لثلاث لأني عربي والقرآن عربي وكلام أهل الجنة عربي  Hadits nabi ini sebagai penguat dari keutamaan bahasa arab memang  benar adanya, hingga nabipun mencintainya.  Termasuk hadits berikut              علموا ها لناس العربية  و تعلموا.

Ternyata para fuqoha turut meramaikan juga mengenai perbincangan bahasa arab. Dalam ranah telaah fiqih bahasa arab menjadi syarat wajib sahnya sholat ( selain kondisi yang darurat sangat, maka di perbolehkan semampunya dalam bacaan sholat, asalkan yang di lantunkan tak jauh berbeda dengan makna arabnya ). Di samping itu seperti yang di ketahui, bahasa arab adalah bahasa Al qur’an jadi tidak ada pilihan melafalkanya selain  dengan kaidah dan intonasi  bahasa arab,  karena tidak ada istilahnya ngaji dengan terjemahan KEMENAG.

Pemaparan di atas semakin mengkrucutkan dan meneguhkan esensi dari penting dan wajibnya bahasa arab dalam mempelajarinya,  bagi siapapun yang berkeinginan mengkaji dan mengenal islam lebih akrab.
Sebelumnya,  dari beberapa penuturan di atas yang kurang lebih meng deskripsikan kedudukan fital bahasa arab dalam keberadaan agama islam, pun tentunya  jangan terlalu dini dan terges gesa dalam menyimpukan .  Karena ada beberapa kalangan yang bersilang pendapat, sebab di lain kubu tak sedikit  yang mengklaim  keberadaan bahasa arab, yakni masih butuh telaah dan pemikiran kritis dalam mengsikapi keberadaanya,  karena tidak bisa juga dengan mudahnya menetapkan hokum.  Terlebih wajib.

Tak menyangkal dan sepaham,  bahwa bahasa arab adalah bahasa vital, karena lagi2  bagaimanapun juga  bahasa arab adalah bahasa  Al qur’an. Terlebih dalil2 yang ada semakin mengukuhkan arti krusialnya. 

 Menjadi terasa menggelitik  dan terasa sedikit aneh jika kita terlalu dini mengposisikan wajib atau menjadi hal yang tidak bisa di tawar dalam mempelajari bahas arab,  terlebih sebatas  berpatokan pada dalil yang ada.  Kenapa demikian ?

1.       Bohong,  jika atas nama dalil dalil yang ada  di jadikan alasan untuk  menghalalkan wajibnya mempelajari bahas arab.  Nyatanya  tidak ada satu dalilpun yang secara qot’I  atau jelas dari wajibnya belajar bahas arab, karena dalil dalil yang ada semuaya masih berkutat pada tataran anjuran dan keutamaan bahasa arab. Sepert nash Al qur’an di atas serta Al haditsnya yang sama sekali tidak membincangkan tentang wajibnya belajar bahsa arab, terlebih hadit ke dua yang tebukti do’if.

Menyingguang  masalah fiqih, yakni melantunkan lafal bahasa arab ketika dalam sholat, termasuk ketika kita ngaji  itu semua tidak bisa di katakan mempelajari bahas arab, karena  mempelajari dengan menghafal ataupun membaca itu berbeda. Jika makna dari mempelajari adalah kesanggupan  dalam melantunkanya dalam sholat ataupun  bisa dalam melafalkanya untuk  ngaji, maka alngkah cetek  defisinikan  dari mempelajari.

2.       Bahasa arab adalah bahasa yang sulit. Terbukti dari  25 negara yang menjadikann ya sebagai bahasa nasional, pada hakikatnya itu nihil dalam penerapanya  alias tidak di pakai dalam kehidupan sehari hari sebagai alat komunikasi . Di gunakan hanya dalam penulisan dan forum2 resmi saja, karena dalam muamalah keseharian,  mereka biasa menggunaka bahasa  darizah, suqiyyah ataupun ammiyah. Biasa di sebut demikian.  Bahkan tak sedikit orang2 arab sendiri merasa kesulitan dan bahkan ada yang tidak bisa sama sekali dalam pelafalanya. Berhenti pada tataran pemahaman dan penulisan. Sangatlah wajar  karena bahasa  ammiyah lah yang digunakan  mereka dalam beraktifitas sehari hari.

 Kasarnya bahasa arab adalah bahasa yang terpakai hanya  di lingkungan dan zaman nabi saja. Adapun eksistensinya yang masih eksis hingga saat ini. meski sedikit memaksa  .Itu bisa di bilang hanyalah sebuah bukti atau kecintaan dengan ajaran, sekaligus sebagai  langkah melanggengkan sebuah ajaran.

 Memang sulit adanya bahasa arab itu, sehingga tidak menutup kemingkinan menjadikan orang2 kualahan dalam mempelajarinya dan menggunakanya dalam keseharian. لا يكلف الله نفسا الا وسعها

1.       Sebagai penegas dalil al qu’an yang berbunyiإنا أرسلنا من رسول إلا بلسان قومه   Bahwa sesungguhnya Tuhan mengutus RasulNYA dengan bahasa kaumnya ( yakni masyarakat arab )  melainkan bukan berbunyi إنا أرسلنا من رسول إلا بلسان امته   . yakni tidak menggunakan bahasa ummatnya. Sebab jika yang di pakai adalah bahas ummat, maka termasuk kita orang ajanib ( luar arab ) wajib juga mempelajarinya.

Jika memang istilah ‘ wajib ‘ sulit untuk di terapkan, ada yang celetuk  bagaimana jika fardu kifayah saja dalam mengkaji bahasa arab. Berangkan dari dalil al qur’an  ولولا نفر من كل فرقة طئفة  منكم ليتفقه في الدين و لينذروا قومهم لعلهم يحذرون.  Tidak harus semua orang bisa, tapi cukup beberapa orang saja yang bisa dan mendalaminya.


Dalam kajian ilmu fiqih ada beberapa fase dalam mengetukkan palu hukum, yang sedikit akan saya paparkan sebelum menyingging hukum belajar bahasa arab, ialah :
1.       Apabila ada perintah dalam Al qur’an dan Assunnah, maka hukumnya tidak terlepas dari wajib dan sunnah.
2.       Apabila ada larangan dalam Al qur’an dan Assunah, maka hukumnya tidak lepas dari haram dan makruh.
3.       Apabila larangan dan perintah dalam Alqur’an dan Assunnah tidak ada,  tetapi mengandung maslahat, maka hukumnya sunnah ( baik ).
4.        Apabila larangan dan perintah dalam Alqur’an dan Assunnah tidak ada, dan perbuatan tersebut mendatangkan madhlorat maka hukumnya haram.
5.        Apabila larangan dan perintah dalam Alqur’an dan Assunnah tidak ada, dan perbuatan tersebut tidak mendatangkan madhorot dan maslahat maka hukumnya mubah.
Jadi jika di pantau hukum belajar bahasa arab di lihat dari spion fiqih,  maka hukumnya sunnah.   Karena memang tidak ada  satu dalil yang ekplisit , minimal kata perintah ( amar ) dalam menetapkan hukum belajar bahasa arab.



Jika sedikit memaksa, danmerasa masih belum puas dengan hokum sunnah,  boleh juga mengistinbatkan hukum fersi imam hanafie, yang mana kita ambil istilah wajibnya dalam mempelajari bahasa arab ( memakai kaidah imam  hanafie yang membedakan pengertian antara wajib dan fardu. Fardu menurutnya ialah berangkat dari dalil قطعي الثبت   yang dalilnya memang benar2  jelas.  Seperti wajibnya sholat dan puasa. Sedangkan wajib fersinya  yakni berangkat dari dalil قطعي الظني   yang mana terbagi menjadi dua, pertama  ظني ادلالة   yakni yang mengandung makna ganda ( mutamal ) atau bisa di tafsiri banyak.  Seperti lafad quru’ dalam al qur’an yang mengandung arti haid dan suci. Kedua  ظني الثبت  yakni dalam periwayatanya yang tidak mutawatir dan ini hanya ada dalam hadits.  Seperti khobar  ahad

Di penghujung tulisan ini jika memang masih terasa alot untuk mengfonis hukum mampelajari bahasa arab. Entah itu fardu a’in, kifayah, sunnah maupun wajib fersi imam hanafie,  yang tidak menemukan titik temu dan mufakat. Mungkin cara pendekatanya  kita ubah yaitu dengan menggunakan kesadaran, kewarasan pola berfikir dan posisi kita sebagai orang yang mengaku islam.

Menjadi sangat dungu dan sinting untuk menampik dalam mempelajari bahas arab, minimal bisa membacanya . Karena  tidak ada alasan untuk ogah mempelajari bahas arab,  karena Al qur’an adalah kalam Tuhan Sang pencipta dan peguasa alam semesta.  Assunnah adalah segala perkataan, perbuatan dan keputusan2  dari manusia termulia, suri tauladan seluruh ummat Muhammad SAW,  yang mana dari keduanya hanya dapat di kaji dan di lalui  dengan jembatan pemahaman bahasa arab yang baik.

Dengan alasan ini apakah masih alot untuk tidak mempelajari bahasa arab.  Ataukah  kalamNYA Sang pencipta jagat raya dan manusia pilihan Muhammad SAW masih kalah jauh di bandingkan kalamnya sang kekasih dan bupati ? .
Sebegitu edankan diri kita ?.

NB.
Tulisan ini hadir dari hasil diskusi temporal PCI NU   12, November  2011 yang mana sebagai pemateri saudara Marajo Nasution
 By. Defisi keilmuan dan informasi PCI NU Maroko
16 november 2011

Puasa, Shalat dan Haji untuk Orang yang Sudah Mati

 Rasulullah SAW bersabda seperti diriwayatkan Ibnu Abbas berikut ini:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ اِلىَ النَّبِىِ صلى الله عليه وسلم يَارَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صِيَامٌ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيْهِ عَنْهَا؟ قَالَ نَعَمْ. لَوْكَانَ عَلىَ اُمِكَ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَهُ عَنْهَا ؟ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللهِ اَحَقُّ اَنْ يُقْضَى. رواه مسلم

“Dari shahabat Ibnu Abbas r.a. berkata: Datang seorang laki-laki kepada Nabi SAW; Yaa Rasulullah sesungguhnya ibu saya meninggal dan ia mempunyai tanggungan puasa satu bulan (puasa Ramadhan), apakah saya bayar puasa untuk dia? Rasulullah menjawab: seandainya ibumu mempunyai hutang apakah kau bayar hutang ibumu? Orang tadi menjawab; yaa Rasulullah; bersabda Rasulullah; maka hutang Allah lebih berhak untuk dibayar”. (HR Muslim)

Hadits Nabi SAW yang lain:

اَنَّ رَجُلاً سَأَلً النَبِىَ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: كَانَ لِى أَبَوَانِ اَبَرُّهُمَا حَالَ حَيَاتِهِمَا, فَكَيْفَ لِى بِبِرِهِمَا بَعْدَمَوْتِهِمَا, فَقَالَ النَّبِىُ صلى الله عليه وسلم اِنَّ ِمنَ اْلبِرِ بَعْدَ اْلمَوْتِ اَنْ تُصَلىِ لَهُمَا مَعَ صَلاَتِكَ وَتَصُوْمَ لَهُمَا مَعَ صِيَامِكَ. رواه الدارقطنى

“Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi, kemudian ia berkata: saya mempunyai dua orang tua yang saya berbakti kepada keduanya di masa hidupnya, maka bagaimana bakti saya kepada kedua orang tua setelah meninggal? Bersabda Rasulullah: sesungguhnya termasuk bakti kepada kedua orang tua setelah meninggal hendaknya kau shalat untuk keduanya bersama shalatmu dan berpuasa untuk keduanya bersama puasamu”. (HR Darul Quthni).

Rasulullah SAW bersabda :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَاءَتِ امْرَأَةٍ مِنْ خَثْعَمَ عَامَ حُجَّةِ اْلوَدَاعِ فَقَالَتْ يَارَسُوْلَ اللهِ اِنَّ فَرِيْضَةَ اْلحَجِ اَدْرَكَتْ اَبِى شَيْخًا كَبِيْرًا لاَيَسْتَطِيعُ اَنْ يَسْتَوِيَ عَلىَ الرَّاحِلَةِ فَهَلْ يُقْضِى عَنْهُ اًنْ اَحُجَّ عَنْهُ ؟ قَالَ نَعَمْ رَوَاهُ اْلجَمَاعَةُ وَفِى رِوَايَةٍ قَالَ اَرَأَيْتَ لَوْكَانَ عَلىَ اَبِيْكَ دَيْنٌ, اَكُنْتِ قَاضِيَتُهُ ؟ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ صلى الله عليه وسلم فَدَيْنُ اللهِ لَحَقَّ اَنْ يُقْضَ

“Dari shahabat Ibnu Abbas r.a. berkata: datang seorang perempuan dari Khats’am kepada Nabi pada tahun haji wada’, kemudian perempuan tadi berkata; Ya Rasulullah sesungguhnya kewajiban haji telah sampai kepada ayahku ketika beliau sudah tua, beliau tidak dapat naik kendaraan. Apakah diqadla’ untuknya agar saya haji uantuk orang tua saya? Rasulullah menjawab: ya. Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda, bagaimana pendapatmu seandainya ayahmu mempunyai hutang? Apakah kau bayar hutang ayahmu? Ia berkata: ya Rasulallah saya bayar. Bersabda Rasulullah; hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar”.

Hadits lain dari Ibnu Abbas r.a. Rasulullah SAW bersabda:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى اللهه عنه: اَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ اِلىَ النَّبِىِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ اِنَّ اُمِى نَذَرَتْ اَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتىَّ مَاتَتْ أَفَأَحُجَّ عَنْهَا ؟ قال نعم. رواه البخارى والنسائ
ى

“Dari shahabat Ibnu Abbas r.a.; bahwa seorang wanita dari golongan Juhainah datang kepada Nabi SAW kemudian berkata; bahwa ibu saya bernadhar untuk haji dan dia belum haji sampai mati, apakah saya bisa menghajikan untuk ibu saya? Rasulullah menjawab: yaa”. (HR Bukhari dan Nasa’i)

Semoga beberapa riwayat ini menjawab pertanyaan di kalangan umat muslim mengenai pahala puasa, shalat dan haji yang dikirimkan untuk keluarga atau orang lain yang sudah meningal dunia. Tampak betapa bakti kita kepada kedua orang tua tidak terbatas waktu. Bakti itu langgeng hingga pun mereka meninggal dunia.

KH A Nuril Huda
Ketua PP LDNU

Merayakan Maulid Nabi SAW (2)

Jika sebagian umat Islam ada yang berpendapat bahwa merayakan Maulid Nabi SAW adalah bid’ah yang sesat karena alasan tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw sebagaimana dikatakan oleh beliau:
 

إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رواه أبو داود والترمذي

Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid`ah), karena setiap bid`ah menyesatkan. (HR Abu Daud dan Tarmizi)

Maka selain dalil dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi tersebut, juga secara semantik  (lafzhi) kata ‘kullu’ dalam hadits tersebut tidak menunjukkan makna keseluruhan bid’ah (kulliyah) tetapi ‘kullu’ di sini bermakna sebagian dari keseluruhan bid’ah (kulli) saja. Jadi, tidak seluruh bid’ah adalah sesat karena ada juga bid’ah hasanah, sebagaimana komentar Imam Syafi’i:

المُحْدَثَاتُ ضَرْباَنِ مَاأُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتاَباً أَوْسُنَّةً أَوْأَثَرًا أَوْإِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضَّلاَلِ وَمَاأُحْدِثَ مِنَ الخَيْرِ لاَيُخَالِفُ شَيْئاً مِنْ ذَالِكَ فَهِيَ مُحْدَثَةٌ غَيْرَ مَذْمُوْمَةٍ

Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) ada dua macam: Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, prilakuk sahabat, atau kesepakatan ulama maka termasuk bid’ah yang sesat; adapun sesuatu yang diada-adakan adalah sesuatu yang baik dan tidak menyalahi ketentuan (al Qur’an, Hadits, prilaku sahabat atau Ijma’) maka sesuatu itu tidak tercela (baik). (Fathul Bari, juz XVII: 10)

Juga realitas di dunia Islam dapat menjadi pertimbangan untuk jawaban kepada mereka yang melarang maulid Nabi SAW. Ternyata fenomena tradisi maulid Nabi SAW itu tidak hanya ada di Indonesia, tapi merata di hampir semua belahan dunia Islam. Kalangan awam diantara mereka barangkali tidak tahu asal-usul kegiatan ini. Tetapi mereka yang sedikit mengerti hukum agama berargumen bahwa perkara ini tidak termasuk bid`ah yang sesat karena tidak terkait dengan ibadah mahdhah atau ritual peribadatan dalam syariat.

Buktinya, bentuk isi acaranya bisa bervariasi tanpa ada aturan yang baku. Semangatnya justru pada momentum untuk menyatukan semangat dan gairah ke-islaman. Mereka yang melarang peringatan maulid Nabi SAW sulit membedakan antara ibadah dengan syi’ar Islam. Ibadah adalah sesuatu yang baku (given/tauqifi) yang datang dari Allah SWT, tetapi syi’ar adalah sesuatu yang  ijtihadi, kreasi umat Islam dan situasional serta mubah.

Perlu dipahami, sesuatu yang mubah tidak semuanya dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Imam as-Suyuthi mengatakan dalam menananggapi hukum perayaan maulid Nabi SAW:

وَالجَوَابُ عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ المَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَأَةُ مَاتَيَسَّّرَ مِنَ القُرْآنِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَأِ أَمْرِالنَّبِيّ صَلَّّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّّمَ مَاوَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الاَياَتِ ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَهُ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَالِكَ مِنَ البِدَعِ الحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيْ صََلََّى اللهُُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِالفَرَحِ وَالِاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ 

Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid’ah hasanah(sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad saw yang mulia. (Al- Hawi Lil-Fatawa, juz I, h. 251-252)

Pendapat Ibnu Hajar al-Haithami: “Bid’ah yang baik itu sunnah dilakukan, begitu juga memperingati hari maulid Rasulullah SAW.”

Pendapat Abu Shamah (guru Imam Nawawi): ”Termasuk hal baru yang baik dilakukan pada zaman ini adalah apa yang dilakukan tiap tahun bertepatan pada hari kelahiran Rasulullah saw. dengan memberikan sedekah dan kebaikan, menunjukkan rasa gembira dan bahagia, sesungguhnya itu semua berikut menyantuni fakir miskin adalah tanda kecintaan kepada Rasulullah SAW dan penghormatan kepada beliau, begitu juga merupakan bentuk syukur kepada Allah atas diutusnya Rasulullah SAW kepada seluruh alam semesta”.

Untuk menjaga agar perayaan maulid Nabi SAW tidak melenceng dari aturan agama yang benar, sebaiknya perlu diikuti etika-etika berikut:

1. Mengisi dengan bacaan-bacaan shalawat kepada Rasulullah SAW.
2. Berdzikir dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.
3. Membaca sejarah Rasulullah SAW dan menceritakan kebaikan-kebaikan dan keutamaan-keutamaan beliau.
4. Memberi sedekah kepada yang membutuhkan atau fakir miskin.
5. Meningkatkan silaturrahim.
6. Menunjukkan rasa gembira dan bahagia dengan merasakan senantiasa kehadiran Rasulullah SAW di tengah-tengah kita.
7. Mengadakan pengajian atau majlis ta’lim yang berisi anjuran untuk kebaikan dan mensuritauladani Rasulullah SAW.

HM Cholil Nafis MA
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il (LBM) PBNU

Jumat, 07 Oktober 2011

Perayaan Maulid Nabi dan Kontroversi Ma'na Bid’ah

Perayaan Maulid Nabi dan Kontroversi Ma'na Bid’ah
Sumber: http://www.nu.or.id/

Peryataan bahwa perayaan maulid Nabi adalah amalan bid'ah adalah peryataan sangat tidak tepat, karena bid'ah adalah sesuatu yang baru atau diada-adakan dalam Islam yang tidak ada landasan sama sekali dari dari Al-Qur'an dan as-Sunah. Adapun maulid  walaupun suatu yang baru di dalam Islam akan tetapi memiliki landasan dari Al-Qur'an dan as-Sunah.

Pada maulid Nabi di dalamya banyak sekali nilai ketaatan, seperti: sikap syukur, membaca dan mendengarkan bacaan Al-Quran, bersodaqoh, mendengarkan mauidhoh hasanah atau menuntut ilmu, mendengarkan kembali sejarah dan keteladanan Nabi, dan membaca sholawat yang kesemuanya telah dimaklumi bersama bahwa hal tersebut sangat dianjurkan oleh agama dan ada dalilnya di dalam Al-Qur'an dan as-Sunah.

Pengukhususan Waktu

Ada yang menyatakan bahwa menjadikan maulid dikatakan bid'ah adalah adanya pengkhususan (takhsis) dalam pelakanaan di dalam waktu tertentu, yaitu bulan Rabiul Awal yang hal itu tidak dikhususkan oleh syariat. Pernyataan ini sebenarnaya perlu di tinjau kembali, karena takhsis yang dilarang di dalam Islam ialah takhsis dengan cara meyakini atau menetapkan hukum suatu amal bahwa amal tersebut tidak boleh diamalkan kecuali hari-hari khusus dan pengkhususan tersebut tidak ada landasan darisyar'i sendiri(Dr Alawy bin Shihab, Intabih Dinuka fi Khotir: hal.27).

Hal ini berbeda dengan penempatan waktu perayaan maulid Nabi pada bulan Rabiul Awal, karena orang yang melaksanakan maulid Nabi sama sekali tidak meyakini, apalagi menetapkan hukum bahwa maulid Nabi tidak boleh dilakukan kecuali bulan Robiul Awal, maulid Nabi bisa diadakan kapan saja, dengan bentuk acara yang berbeda selama ada nilai ketaatan dan tidak bercampur dengan maksiat.

Pengkhususan waktu maulid disini bukan kategori takhsis yang di larang syar'i tersebut, akan tetapi masuk kategori tartib (penertiban).

Pengkhususan waktu tertentu dalam beramal sholihah adalah diperbolehkan, Nabi Muhammad sendiri mengkhusukan hari tertentu untuk beribadah dan berziaroh ke masjid kuba, seperti diriwatkan Ibnu Umar bahwa Nabi Muhammad mendatangi masjid Kuba setiap hari Sabtu dengan jalan kaki atau dengan kendaraan dan sholat sholat dua rekaat di sana (HR Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar mengomentari hadis ini mengatakan: "Bahwa hadis ini disertai banyaknya riwayatnya menunjukan diperbolehkan mengkhususan sebagian hari-hari tertentu dengan amal-amal salihah dan dilakukan terus-menerus".(Fathul Bari 3: hal. 84)

Imam Nawawi juga berkata senada di dalam kitab Syarah Sahih Muslim. Para sahabat Anshor juga menghususkan waktu tertentu untuk berkumpul untuk bersama-sama mengingat nikmat Allah,( yaitu datangnya Nabi SAW) pada hari Jumat atau mereka menyebutnya Yaumul 'Urubah dan direstui Nabi.

Jadi dapat difahami, bahwa pengkhususan dalam jadwal Maulid, Isro' Mi'roj dan yang lainya hanyalah untuk penertiban acara-acara dengan memanfaatkan momen yang sesui, tanpa ada keyakinan apapun, hal ini seperti halnya penertiban atau pengkhususan waktu sekolah, penghususan kelas dan tingkatan sekolah yang kesemuanya tidak pernah dikhususkan oleh syariat, tapi hal ini diperbolehkan untuk ketertiban, dan umumnya tabiat manusia apabila kegiatan tidak terjadwal maka kegiatan tersebut akan mudah diremehkan dan akhirnya dilupakan atau ditinggalkan.

Acara maulid di luar bulan Rabiul Awal sebenarnya telah ada dari dahulu, seperti acara pembacaan kitab Dibagh wal Barjanji atau kitab-kitab yang berisi sholawat-sholawat yang lain yang diadakan satu minggu sekali di desa-desa dan pesantren, hal itu sebenarnya adalah kategori maulid, walaupun di Indonesia masyarakat tidak menyebutnya dengan maulid, dan jika kita berkeliling di negara-negara Islam maka kita akan menemukan bentuk acara dan waktu yang berbeda-beda dalam acara maulid Nabi, karena ekpresi syukur tidak hanya dalam satu waktu tapi harus terus menerus dan dapat berganti-ganti cara, selama ada nilai ketaatan dan tidak dengan jalan maksiat.

Semisal di Yaman, maulid diadakan setiap malam jumat yang berisi bacaan sholawat-sholawat Nabi dan ceramah agama dari para ulama untuk selalu meneladani Nabi. Penjadwalan maulid di bulan Rabiul Awal hanyalah murni budaya manusia, tidak ada kaitanya dengan syariat dan barang siapa yang meyakini bahwa acara maulid tidak boleh diadakan oleh syariat selain bulan Rabiul Awal maka kami sepakat keyakinan ini adalah bid'ah dholalah.

Tak Pernah Dilakukan Zaman Nabi dan Sohabat

Di antara orang yang mengatakan maulid adalah bid'ah adalah karena acara maulid tidak pernah ada di zaman Nabi, sahabat atau kurun salaf. Pendapat ini muncul dari orang yang tidak faham bagaimana cara mengeluarkan hukum(istimbat) dari Al-Quran dan as-Sunah. Sesuatu yang tidak dilakukan Nabi atau Sahabat –dalam term ulama usul fiqih disebut at-tark – dan tidak ada keterangan apakah hal tersebut diperintah atau dilarang maka menurut ulama ushul fiqih hal tersebut tidak bisa dijadikan dalil, baik untuk melarang atau mewajibkan.

Sebagaimana diketahui pengertian as-Sunah adalah perkatakaan, perbuatan dan persetujuan beliau. Adapun at-tark tidak masuk di dalamnya. Sesuatu yang ditinggalkan Nabi atau sohabat mempunyai banyak kemungkinan, sehingga tidak bisa langsung diputuskan hal itu adalah haram atau wajib. Disini akan saya sebutkan alasan-alasan kenapa Nabi meninggalkan sesuatu:

1. Nabi meniggalkan sesuatu karena hal tersebut sudah masuk di dalam ayat atau hadis yang maknanya umum, seperti sudah masuk dalam makna ayat: "Dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.''(QS Al-Haj: 77). Kebajikan maknanya adalah umum dan Nabi tidak menjelaskan semua secara rinci.

2. Nabi meninggalkan sesutu karena takut jika hal itu belai lakukan akan dikira umatnya bahwa hal itu adalah wajib dan akan memberatkan umatnya, seperti Nabi meninggalkan sholat tarawih berjamaah bersama sahabat karena khawatir akan dikira sholat terawih adalah wajib.

3. Nabi meninggalkan sesuatu karena takut akan merubah perasaan sahabat, seperti apa yang beliau katakan pada siti Aisyah: "Seaindainya bukan karena kaummu baru masuk Islam sungguh akan aku robohkan Ka'bah dan kemudian saya bangun kembali dengan asas Ibrahim as. Sungguh Quraiys telah membuat bangunan ka'bah menjadi pendek." (HR. Bukhori dan Muslim) Nabi meninggalkan untuk merekontrusi ka'bah karena menjaga hati mualaf ahli Mekah agar tidak terganggu.

4. Nabi meninggalkan sesuatu karena telah menjadi adatnya, seperti di dalam hadis: Nabi disuguhi biawak panggang kemudian Nabi mengulurkan tangannya untuk memakannya, maka ada yang berkata: "itu biawak!", maka Nabi menarik tangannya kembali, dan beliu ditanya: "apakah biawak itu haram? Nabi menjawab: "Tidak, saya belum pernah menemukannya di bumi kaumku, saya merasa jijik!" (QS. Bukhori dan Muslim) hadis ini menunjukan bahwa apa yang ditinggalkan Nabi setelah sebelumnya beliu terima hal itu tidak berarti hal itu adalah haram atau dilarang.

5. Nabi atau sahabat meninggalkan sesuatu karena melakukan yang lebih afdhol. Dan adanya yang lebih utama tidak menunjukan yang diutamai (mafdhul) adalah haram.dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang lain (untuk lebih luas lih. Syekh Abdullah al Ghomariy. Husnu Tafahum wad Dark limasalatit tark)

Dan Nabi bersabda:" Apa yang dihalalakan Allah di dalam kitab-Nya maka itu adalah halal, dan apa yang diharamkan adalah haram dan apa yang didiamkan maka itu adalah ampunan maka terimalah dari Allah ampunan-Nya dan Allah tidak pernah melupakan sesuatu, kemudian Nabi membaca:" dan tidaklah Tuhanmu lupa".(HR. Abu Dawud, Bazar dll.) dan Nabi juga bersabda: "Sesungguhnya Allah menetapkan kewajiban maka jangan enkau sia-siakan dan menetapkan batasan-batasan maka jangan kau melewatinya dan mengharamkan sesuatu maka jangan kau melanggarnya, dan dia mendiamkan sesuatu karena untuk menjadi rahmat bagi kamu tanpa melupakannya maka janganlah membahasnya".(HR.Daruqutnhi)

Dan Allah berfirman:"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya."(QS.Al Hasr:7) dan Allah tidak berfirman  dan apa yang ditinggalknya maka tinggalkanlah.

Maka dapat disimpulkan bahwa "at-Tark" tidak memberi faidah hukum haram, dan alasan pengharaman maulid dengan alasan karena tidak dilakukan Nabi dan sahabat sama dengan berdalil dengan sesuatu yang tidak bisa dijadikan dalil!

Imam Suyuti menjawab peryataan orang yang mengatakan: "Saya tidak tahu bahwa maulid ada asalnya di Kitab dan Sunah" dengan jawaban: "Tidak mengetahui dalil bukan berarti dalil itu tidak ada", peryataannya Imam Suyutiy ini didasarkan karena beliau sendiri dan Ibnu Hajar al-Asqolaniy telah mampu mengeluarkan dalil-dalil maulid dari as-Sunah. (Syekh Ali Jum'ah. Al-Bayanul  Qowim, hal.28)

Zarnuzi Ghufron
Ketua LMI-PCINU Yaman dan sekarang sedang belajar di Fakultas Syariah wal Qonun  Univ Al-Ahgoff, Hadramaut, Yaman

Merayakan Maulid Nabi SAW (1)

Merayakan Maulid Nabi SAW (1) 

Memang Rasulullah SAW tidak pernah melakukan seremoni peringatan hari lahirnya. Kita belum pernah menjumpai suatu hadits/nash yang menerangkan bahwa pada setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal (sebagian ahli sejarah mengatakan 9 Rabiul Awwal), Rasulullah SAW mengadakan upacara peringatan hari kelahirannya. Bahkan ketika beliau sudah wafat, kita belum pernah mendapati para shahabat r.a. melakukannya. Tidak juga para tabi`in dan tabi`it tabi`in.

Menurut Imam As-Suyuthi, tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran Rasulullah saw ini dengan perayaan yang meriah luar biasa adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kukburi ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (l. 549 H. - w.630 H.). Tidak kurang dari 300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari peringatan maulid ini. Intinya menghimpun semangat juang dengan membacakan syi’ir dan karya sastra yang menceritakan kisah kelahiran Rasulullah SAW.

Di antara karya yang paling terkenal adalah karya Syeikh Al-Barzanji yang menampilkan riwayat kelahiran Nabi SAW dalam bentuk natsar (prosa) dan nazham (puisi). Saking populernya, sehingga karya seni Barzanji ini hingga hari ini masih sering kita dengar dibacakan dalam seremoni peringatan maulid Nabi SAW.

Maka sejak itu ada tradisi memperingati hari kelahiran Nabi SAW di banyak negeri Islam. Inti acaranya sebenarnya lebih kepada pembacaan sajak dan syi`ir peristiwa kelahiran Rasulullah SAW untuk menghidupkan semangat juang dan persatuan umat Islam dalam menghadapi gempuran musuh. Lalu bentuk acaranya semakin berkembang dan bervariasi.

Di Indonesia, terutama di pesantren, para kyai dulunya hanya membacakan syi’ir dan sajak-sajak itu, tanpa diisi dengan ceramah. Namun kemudian ada muncul ide untuk memanfaatkan momentum tradisi maulid Nabi SAW yang sudah melekat di masyarakat ini sebagai media dakwah dan pengajaran Islam. Akhirnya ceramah maulid menjadi salah satu inti acara yang harus ada, demikian juga atraksi murid pesantren. Bahkan sebagian organisasi Islam telah mencoba memanfaatkan momentum itu tidak sebatas seremoni dan haflah belaka, tetapi juga untuk melakukan amal-amal kebajikan seperti bakti sosial, santunan kepada fakir miskin, pameran produk Islam, pentas seni dan kegiatan lain yang lebih menyentuh persoalan masyarakat.

Kembali kepada hukum merayakan maulid Nabi SAW, apakah termasuk bid`ah atau bukan?

Memang secara umum para ulama salaf menganggap perbuatan ini termasuk bid`ah. Karena tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah saw dan tidak pernah dicontohkan oleh para shahabat seperti perayaan tetapi termasuk bid’ah hasanah (sesuatu yang baik), Seperti Rasulullah SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa setiap hari kelahirannya, yaitu setia hari Senin Nabi SAW berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.

عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ” : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ . رواه مسلم

Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (H.R. Muslim)

Kita dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT kepada kita. Termasuk kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat kepada alam semesta. Allah SWT berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ 

Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.’ ” (QS.Yunus:58).

Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Hadits itu menerangkan bahwa pada setiap hari senin, Abu Lahab diringankan siksanya di Neraka dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Hal itu dikarenakan bahwa saat Rasulullah saw lahir, dia sangat gembira menyambut kelahirannya sampai-sampai dia merasa perlu membebaskan (memerdekakan) budaknya yang bernama Tsuwaibatuh Al-Aslamiyah.

Jika Abu Lahab yang non-muslim dan Al-Qur’an jelas mencelanya, diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW, maka bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan kelahiran Rasulullah SAW?

HM Cholil Nafis MA
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il (LBM) PBNU

PCINU MAROKO

PCINU MAROKO

Followers