Our Partners

Gunakan GSunni Mesin Pecari Aswaja, agar tidak tersesat di situs2 wahabi.. klik sini..

PCINU Maroko

get this widget here

Resources

Catwidget2

?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts4\"><\/script>");

Catwidget1

Pages

Catwidget4

?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts4\"><\/script>");

Catwidget3

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Selasa, 21 Agustus 2012

Menjalani Lebaran bagi Mahasiswa di Negeri Terbenamnya Matahari


Rabat, NU Online
Bila lebaran tiba, saya suka iri melihat teman-teman yang sibuk mempersiapkan diri untuk mudik. Dulu, saya suka heran mengapa orang-orang rela mengantri panjang-panjang untuk beli tiket atau berdesak-desakan naik kendaraan umum bahkan ada yang nekat naik sepeda motor dari Jakarta ke Jawa Tengah hanya untuk sekedar bisa berlebaran di kampung halaman.

Belakangan ini, keheranan saya tersebut terjawab sudah. Apa yang membuat keheranan saya terjawab..? keheranan tersebut terjawab ketika saya dinyatakan lulus tes beasiswa ke negeri seribu benteng (Maroko) yang di adakan oleh PBNU Jakarta.

Sejak memasuki bulan Ramadhan pada tahun ini hati saya sebenarnya sudah sedih dan gelisah. Bagaimana tidak? Meski saya bukan berasal dari keluarga besar bagi saya bulan puasa selalu mempunyai kenangan manis. Sahur dan buka puasa bersama-sama merupakan saat-saat paling  intim buat kami sekeluarga. Apalagi ketika bulan puasa jatuh pada musim panas setiap harinya harus menahan lapar dan dahaga sampai 17 jam lebih.

Selama bulan puasa khususnya mahasiswa Indonesia memasak bareng-bareng dan berkumpul di salah satu tempat yang sudah disiapkan oleh pemerintahan Maroko untuk menampung mahasiswa asing ketika liburan (musim panas) dan Alhamdulillah disini kami sering mendapatkan bantuan sembako dari KBRI Maroko dan Dharma Wanita Persatuan (DWP) di Maroko yang setidaknya bisa mengirit anggaran belanja.

Saat malam takbiran tiba, semua mahasiswa Indonesia mendapatkan undangan dari KBRI Rabat untuk mengumandangkan takbir bersama di aula serbaguna sekaligus pembagian zakat. Terasa senang hati ini ketika mendapatkan amplop zakat yang berisi uang, setidaknya bisa untuk membeli baju baru tapi, sepulangnya dari KBRI tiba-tiba saya teringat disaat saya bertakbir bersama keluarga dan saudara dikampung halamanku, bagaimana tidak?  Malam hari raya Idul Fitri disini tak seperti umumnya di Indonesia, jika di Indonesia semua jalan raya di penuhi dengan pemuda dan pemudi sambil mengumandangkan takbir bersama disini tak satupun terdengar suara takbir . Semua masjid-masjid sepi, jalan rayapun sepi, bahkan sedikit sekali di temukan orang beraktivitas di malam itu. Seolah saya berada di tengah-tengah kota mati.

Untuk mengusir rasa sedih, saya memilih berkumpul dengan teman-teman Indonesia di salah satu apartemen milik temanku. Kami masak bareng-bareng dan cerita ngalor ngidul sampai curhat mengenai betapa rindunya kami pada keluarga.

Pagi harinya beramai-ramai kami berangkat ke Wisma Duta Indonesia untuk mengikuti sholat Ied di halaman wisma duta, rumah yang didiami oleh dubes RI di Maroko. Meski hampir semua warga Indonesia yang ada di seluruh penjuru Maroko (bahkan ada juga yang datang dari Maroko)  melakukan sholat Ied di halaman Wisma Duta Indonesia namun tidak membuat tempatnya menjadi penuh karena luasnya halaman wisma tersebut.

Selesai sholat Ied, kami bersalam-salaman sekaligus halal bi halal di tempat kediaman Dubes Indonesia di Maroko, sekitar setengah jam kemudian dilanjutkan dengan acara makan-makan yang dihibur oleh group Sholawat Rabatina di tempat kediaman dinasnya yang asri, luas dan rimbun ini. Segala jenis makanan nusantara bisa ditemui dan dinikmati disini, mulai dari opor ayam, ketupat, lontong, soto madura, dan lain-lain.

Lebaran di wisma duta Indonesia juga merupakan ajang bagi kami bertemu dengan seluruh warga Indonesia dari segala penjuru Maroko. Bertemu dengan orang-orang yang senasib dan seperjuangan, membuat rasa sedih dan nelangsa saya hilang untuk sesaat. Yah, cuma sesaat!!

Setelah sholat Ied, halal bi halal dan makan makan  itu usai, saya kembali ke apartemen, rasa sepi dan nelangsa kembali menyengat mengingat suasan lebaran disini tak semeriah dan seindah di Indonesia.

Saat itu baru saya sadari, bahwa betapa berartinya mereka bagi saya, orang tua yang sangat saya sayangi. Betapa saya tak berdaya tanpa mereka. Andaikan saat itu saya mahasiswa yang berkelebihan uang, ingin rasanya saya terbang ke jawa untuk sekedar bersujud di kaki mereka dan memeluk mereka erat-erat. Momen itu membuat saya sadar bahwa tiada yang lebih indah selain merayakan hari yang fitri dengan dikelilingi oleh keluarga, saudara dan kerabat tercinta.

Momen itu membuat saya mengerti dan menghormati urgensi mudik. Mengapa orang mau tuk bersusah payah, bahkan, mereka rela untuk mengorbankan materi demi mudik,karena di situlah mereka mendapatkan nilai silaturahmi yang sesungguhya yang mereka dapatkan bersama keluarga tercinta, bahkan nilai kebahagian yang terkandung tidak bisa di gantikan dengan materi, itulah sebabya mengapa tradisi mudik sudah sangat mengakar di masyarakat kita.

Biarlah kata mudik jadi perdebatan dari segala sudut pandang para pakar namun kenyataanya tradisi ini semakin berkembang. Dan akhirya semoga culture mudik tidak hanya sekedar tradisi , tapi juga bisa masuk ke dalam norma yang berlaku di dalam masyarakat kita yang mengandung nilai-nilai yang sangat universal.

Sumber: http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,39384-lang,id-c,nasional-t,Menjalani+Lebaran+bagi+Mahasiswa+di+Negeri+Terbenamnya+Matahari-.phpx


Penulis : Kusnadi El Ghezwa 
 

Kamis, 09 Agustus 2012

Sakralitas "Lailatul Qadar"


Oleh: Ali Syahbana Lc.
Saat bulan suci Ramadhan tiba, termasuk hal yang paling laris dijadikan bahan pembicaraan adalah tentang "Lailatul Qadar". Baik media cetak maupun elektronik, entah oleh para penceramah atau ustadz yang professional maupun amatiran, ditiap-tiap mushalla atau masjid, ataupun dalam kajian diskusi keagamaan melulu menempatkan Lailatul Qadar menjadi bahasan menarik untuk diketengahkan, untuk disampaikan dan yang labih penting untuk diamalkan tentunya.

Lailatul Qadar atau dalam kebahasaan kita berarti malam ketetapan adalah momen dimana Al Qaadir (Allah swt yang maha menetapkan) menetapkan perjalanan hidup manusia dalam jenjang satu tahun kedepan (baca: QS. Ad Dukhan ayat 3-5). Dikatakan juga bahwa siapa saja manusia yang melakukan amalan positif dalam malam tersebut maka pahala dan ganjarannya lebih baik daripada ia beramal 1.000 bulan, setara 83 tahun 4 bulan.

Lailatul Qadar kalau boleh dikata merupakan malam yang kramat dan sangat istimewa. Bahkan ada dari ulama yang melakukan teka teki dalam menentukan malam tersebut. Mereka berpendapat jika awal Ramadhan hari Ahad dan Rabu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 29 ramadhan. Jika hari Senin maka malam 21 Ramadhan adalah Lailatul Qadar-nya. Jika hari Selasa atau Jum'at maka malam 27 Ramadhan. Jika hari Kamis maka malam 25 Ramadhan. Jika hari Sabtu maka Lailatul Qadar-nya malam 23 ramadhan.
Saking sakralnya sepertinya, ada juga yang mengatakan, "jika awal puasa hari Jum'at maka Lailatul Qadar jatuh dimalam 29 Ramadhan. Jika awal puasa hari Sabtu maka malam 21 Ramadhan. Jika hari Ahad maka malam 27 Ramadhan. Jika hari Senin maka malam 19 Ramadhan. Jika hari Selasa maka malam 25 Ramadhan.. Jika hari Rabu maka malam 17 Ramadhan. 

Lailatul Qadar laksana misteri yang patut untuk dicari dan didapati. Ia tidak tetap atau berubah-ubah dalam tanggal jatuhnya. Dalam sebuah riwayat, dikatakan bahwa terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada 10 malam terakhir bulan Ramadan. Dikatakan juga bahwa ia terjadi pada malam-malam ganjil, yaitu 21,23,25,27, dan 29.

Imam Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah Lailatul Qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun (lihat: Fathul Bari, 4/262-266)

Lailatul Qadar merupakan malam yang dahsyat dan penuh keutamaan. Untuk mendapatinya, tidak cukup hanya sekedar berjudi melakukan ibadah total hanya pada malam ke 21 saja atau malam 27. Namun, setelah jiwa kita ajeg bermesraan denga Allah swt di 20 hari puasa pertama, sepuluh hari terakhir ini harus betul-betul dimanfaatkan secara efektif untuk melakukan ibadah baik personal maupun sosial. Jika Kanjeng Nabi saw sendiri selaku sosok teladan umatnya, sebagaimana riwayat mengatakan, saat memasuki sepuluh yang akhir bulan Ramadhan, mengencangkan ikat pinggangnya untuk menghidupkan malamnya dengan ibadah secara vertikal bersama keluarganya. Tentunya umat yang mengaku pengikut beliau labih berhk untuk –minimal- mencontoh teladan beliau dalam menghidupkan "'Asyra al awakhir" sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Selamat mencegat sakralitas dan keberkahan Lailatul Qadar. Wallahua'lam.

Kenitra, 9 Agustus 2012 / 20 Ramadhan 1433 H

Senin, 06 Agustus 2012

Puasa, Perspektif Agama dan Budaya

Puasa ramadhan adalah salah satu rukun Islam yang agung dan memiliki pahala yang tiada tara. Banyak keutamaan dalam bulan ramadhan yang termaktub dalam Hadits-Hadits Nabi diantara keutamaannya ialah pahala yang berpuasa itu sangat besar , kalau kebaikan selain puasa ada balasannya dari 10 x lipat sampai 700x lipat sedangkan puasa Allah sendiri yang membalasnya, sebagaimana dalam hadits di jelaskan : "Setiap amal kebaikan manusia akan dibalas 10 kali lipat sampai 700 kali lipat, Allah berfirman: Kecuali puasa, sesungguhnya puasa untuk-Ku, ia meninggalkan syahwat, makan, dan minum karena Aku, Bagi orang yang berpuasa ada 2 kebahagiaan, bahagia ketika berbuka puasa dan ketika bertemu Tuhannya, dan bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi menurut Allah dari minyak misik" . 

Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hukum puasa ramadhan adalah wajib atas muslim yang baligh, berakal, dan mampu. Berdasarkan hadits Rosulullah SAW  yang artinya : "Islam dibangun atas 5 dasar : syahadat "tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah rosulullah," mendirikan sholat, membayar zakat, puasa ramadhan dan haji kebaitullah." (Muttafaq 'Alaihi).  Allah SWT juga telah menegaskan di dalam  al qur’an yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” ( Q.S. Al Baqoroh: 183).

Meski puasa ramadhan berada pada urutan yang ke empat setelah rukun ketiga yaitu zakat, namun ritual ini memiliki otoritas yang sama yaitu perintah untuk melaksankannya sebulan penuh. Dalam prakteknya  banyak Muslim yang tidak berkomitmen untuk melaksanakan sholat  yang telah di wajibkan setiap harinya lima kali, tapi ketika ramadhan datang mereka berusaha untuk tidak makan dan minum selama bulan ramadhan.

Mengapa sebagian Muslim seolah menulikan telinga ketika mendengarkan panggilan sholat lima waktu sementara mereka rela tidak makan dan minum di siang hari selama bulan ramadhan tanpa merasa bersalah sedikitpun bahwa ada ibadah lain yang harus di kerjakan?

Kelima rukun Islam yang telah di tetapkan oleh Allah SWT telah di atur sedemikan rupa serta di dalamnya terdapat maslahah dan hikmah tersendiri. Ketika seseorang mengimani semua yang telah di tetapkan oleh Allah SWT berarti ia telah berikrar dan meyaikini dengan hati, dibenarkan oleh lisannya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah serta mengaplikasikan dalam kehidupannya dengan melaksankan semua perintah-perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. 

Oleh karena itu, tampak aneh sekali jika melihat orang berpuasa ramadhan, namun enggan untuk melakukan sholat yang termasuk dalam lima rukun islam tersebut. Untuk kategori ini, orang tersebut di katagorikan sebagai orang munafik karena telah mendustakan agamanya sendiri.  Allah SWT berfirman yang artinya ”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka, dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”. (QS.An-Nisaa’: 14).

Tetapi jika kita melihatnya dari perspektif lain, kita dapat menemukan pemahaman lain dari fenomena ini. Tidak seperti shalat, puasa selama bulan ramadhan bukan lagi di jadikan sebagai ritual keagamaan atau kewajiban seorang muslim melainkan upacara budaya belaka. Mengapa? karena orang yang tidak melaksanakan sholat atau bahkan tidak merespon ajaran-ajaran Islam lainnya masih merasa gembira dan bersemangat dengan kedatangan bulan suci ramadhan. Dimensi sosial dan budaya yang kuat ramadan dalam arti umum dari masyarakat membuatnya menjadi tugas secara paksa pada orang. Karena setiap usaha untuk bertentangan dengan ritual puasa selama bulan ramadhan hanya akan menimbulkan ketidaknyamanan psikologis bagi sipelaku.

Alasan lain yang menunjukkan bahwa ramadhan memiliki dimensi budaya dalam masyarakat kita adalah ketika kita melihat beberapa orang yang terlibat dalam tindakan yang melanggar Syar’I dan tidak bermoral selama malam-malam ramadhan, tapi paginya ia tetap berpuasa. Lebih lucu lagi adalah berhentinya seorang pemabuk, pekerja seks komersial dan para koruptor sebelum awal sampai akhir ramadhan dalam rangka menghormati bulan suci ramadhan tapi setelah itu ia mengulangi perbuatan dosanya tersebut, tapi tanpa rasa malu dan bersalah ia mengatakan puasa di pagi harinya karena tidak makan dan minum sampai adzan maghrib tiba.

Semua praktek-praktek ini  tentunya  jauh dari tuntunan agama, tetapi, sayangnya masih ada orang-orang yang larut dalam tindakan asusila dan tidak bermoral tersebut. Mereka justru cenderung untuk melakukan ritual puasa selama bulan ramadhan bukan sebagai tindakan ketaatan kepada ajaran agama, tetapi hanya karena ramadhan memiliki dimensi lain yaitu sosial-budaya dimana ia memperoleh kewenangannya sebagai warga masyarakat.
Wallohu ‘alam bishowab.
*Oleh:  Kusnadi El Ghezwa, Maroko.
                  

Relasi Kemerdekaan dan Ramadhan

Beberapa rentetan sejarah islam mencatat bahwa di bulan ramadhan terjadi beberapa peristiwa di antaranya, penurunan al-quran, perang badar, pembebasan kota Makkah. Di Indonesia ramadhan mempunyai makna tersendiri pada tanggal 9 ramadhan 1367 H. sebagai peristiwa agung lahirnya negara kedaulatan republik Indonesia dengan kemerdekaan yang dianugerahkan dari Allah bukan dari bangsa kolonial, eropa atau tetangga melalui serentetan perjuangan dan pengorbanan rakyat Indonesia.

Tak luput pula di bulan ramadhan rangkaian kewajiban dan amalan-amalan baik lainnya dilakukan untuk mengharap kebaikan dari Sang Pengasih dan Menghidupkan, seperti puasa, baca al-quran, shalat tarawih dan lain-lain. Apabila dikaji maka dalam terma kehidupan sehari-hari puasa di siang hari menyebabkan kelemahan fisik yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari seseorang dan amalan malam hari seakan-akan menyita waktu masing-masing individu untuk mendapatkan pahala sebanyak mungkin.

Manfaat puasa diantaranya mengekang dan mengendalikan diri dari nafsu dan keinginan yang dilarang oleh hukum Islam sehingga di siang hari orang yang terbiasa bisa makan pada siang hari akan mengerti susah dan duka kaum lemah yang bisa menimbulkan dan menciptakan rasa simpatik, solidaritas dan perhatian terhadap lingkungannya. Begitupula amalan malam hari dengan berjamaah dan aktifitas tadarrus di mushalla-mushalla dan masjid-masjid memberi kesan semangat kebersamaan dan persatuan membangun sebuah masyarakat yang rukun, harmonis dan dinamis.

Menurut kesehatan dan kedokteran, Dr. Mac Fadon, salah seorang dokter kelas dunia yang memiliki minat pengkajian terhadap puasa dan pengaruhnya mengatakan, “semua orang membutuhkan puasa meskipun ia tidak sakit. Karena racun-racun makanan dan obat-obatan sering terakumulasi di dalam tubuh, sehingga akan membuatnya jatuh sakit, dan membebaninya hingga memperlemah aktivitasnya. Jika orang melakukan puasa, maka dia akan terbebas dari resiko-resiko racun tersebut serta akan merasakan vitalitas dan kekuatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.”[1]

Karena itu bergerak dan beraktivitas selama berpuasa Islam merupakan tindakan positif dan penting yang meningkatkan kapabilitas kerja liver dan otot. Selain itu keduanya juga bisa membersihkan racun dalam tubuh dan melindunginya dari resiko pembludakan zat-zat kotor di dalam darah.

Meminjam Istilah Dr. Mahler dalam sebuah makalah yang ditulisnya mengenai obesitas, manusia zaman modern makan bukan karena lapar, akan tetapi ia makan untuk memenuhi nafsu makannya.[2] Fakta penelitian tersebut bisa dikorelasikan dengan semangat perjuangan yang di iringi ideologi rahmat dan keberkahan dalam bulan ramadhan mengobarkan api semangat persatuan untuk menggalang dan meraih kemerdekaan, mengisinya dan meneruskan cita-cita bangsa Indonesia.

Walaupun fakta sejarah juga menyatakan terjadi perdebatan sengit antara Kaum Muslim yang dipelopori para Santri dan Ulama dengan Para Nasionalis dengan pemahaman ilmunya yang tak hanya didapat dari negeri pertiwi saja dalam menyongsong kemerdekaan. Fakta itu bukan berarti sebuah perpecahan melainkan mencari solusi terbaik untuk masa depan negara dengan mencurahkan dan mengemukakan ideologi masing-masing untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Perbedaan ini yang menjadi cisri khas dinamika dan kehidupan plural rakyat Indonesia dengan berbagai adat kebudayaan dan bahasa yang berbeda-beda tetapi tetap satu kesatuan Negara Kedalutan Republik Indonesia mengambil ideologi agung Bhineka Tunggal Ika, berlandaskan Pancasila. Sekali merdeka tetap merdeka!!!

[1] Dr. Abdul Jawwad as-shawi,, Terapi Puasa; Manfaat Puasa Ditinjau Dari Perspektif Sains Modern, Terjemahan Aan Wahyudin, Republika, cet. I, 2006, M.Y. Sukkar, HA. El-Munshid and M.S.M Ardawi, Concise Human Physiology.

[2] Dr. Muhammad Ali al-Barr, As-Shawm wa Amradh as-Samnah, Dar as-Sa’udiyyah li an-Nasyr wa at-Tauzi’, cet/ I, 1984, hlm. 18

Minggu, 05 Agustus 2012

Al Qur'an, Kitab Suci Yang Terkhianati

*Oleh: Ali Syahbana.


Sebelum menyelami lebih jauh pokok permasalahan, pertama penulis maklum jika ada sebagian pembaca yang menganggap ekstrim judul diatas. Sebagaimana penulis juga legowo saat ada dari pembaca  yang tidak langsung ambil kesimpulan tentang judul tersebut, namun terlebih dulu melakukan penelitian dengan pembacaan menyeluruh. Sebab bagi penulis pembaca adalah manusia-manusia yang bebas untuk menilai dan berpendapat.

Jika kita bertanya tentang al Qur'an, mayoritas umat muslim, terlebih  yang pernah mengenyam pendidikan islam, akan menjawab bahwa "Al-Qur'an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"

Al Qur'an adalah kitab yang istimewa. Bagaimana tidak, Al Qur'an diturunkan di bulan mulia nan istimewa, yaitu Ramadhan. Juga salah satu keistimewaan Al Quran adalah, sebagaimana riwayat Imam At Tirmidzi dari Ibnu Mas'ud, "Siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Al Quran ), ia akan mendapatkan satu kebaikan yang nilainya sama dengan 10 kali ganjaran (pahala). Aku (Rasulullah saw.) tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf".

Saking istimewanya, meminjam ungkapan Simbah Kyai Mustofa Bisri dalam salah satu tulisannya, Al Quran dibaca tanpa mengerti artinya pun mendatangkan pahala. Mereka yang membacanya dengan lancar dijanjikan akan bersama-sama para malaikat yang mulia dan mereka yang membacanya gratul-gratul, tidak lancar akan diganjar double. Demikian menurut hadis shahih riwayat imam Bukhari dan Muslim dari sayyidah A’isyah r.a.

Al Qur'an adalah kitab suci agama Islam yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia, pedoman dalam menjalani kehidupan yang pemahamannya diambil dari apa yang telah disampaikan ulama-ulama terdahulu merujuk ajaran Kanjeng Nabi shallallhu'alaihi wasallama.

Dalam posisinya sebagai pedoman dan pentunjuk, dalam hal ibadah Al Qur'an banyak menjelaskan akan kewajiban seorang hamba untuk tunduk dan mengabdi kepada Tuhannya. Ketundukan ini tertuang dalam kewajiban sholat lima waktu, membayar zakat, puasa di bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang telah mampu menjalankannya.

Dalam hal toto kromo, Al Qur'an juga mengisyaratkan bagaimana potret kemuliaan akhlak Rasulullah saw, kelembutan sikapnya dan keramahan perangainya yang sudah barang tentu harus dijadikan teladan bagi mereka yang mengaku umat dan pengikut beliau.

Lebih jauh lagi, Al Qur'an juga memaparkan bagaimana manusia berlaku baik terhadap kedua orang tuanya, kerabatnya dan orang-orang disekitarnya. Al Qur'an melarang penindasan, ketidak-adilan, keserakahan dan segala bentuk kezaliman. Al Qur'an tidak menghendaki kemunafikan, perberbuatan keji, pengingkaran akan janji-janji maupun tindak kekerasan yang menjadikan merugi.

Al Qur'an, lagi-lagi dengan  pemahaman yang sesuai tentunya, menjadi terhormat jika ia benar-benar mampu menjadi pedoman hidup kaum muslimin. Al Qur'an tidak hanya dibaca dan dihafal, tapi jauh lebih penting bagaimana ia bisa diamalkan. Dengan begitu cita-cita hudan linnas-nya Al Qur'an menjadi terealisasikan.

Namun menjadi ironis jika umat yang mengaku berpedoman terhadap Al Qur'an ternyata tindak tanduk-nya jauh dari nilai-nilai agung yang diajarkan Al Qur'an. Melupakan kewajiban sebagai hamba telah menjadi kebiasaannya. Menindas, berlaku tidak adil, serakah ataupun merampas hak-hak kaum lewah menjadi amalan yang melekat dalam dirinya. Bersikap kasar, rajin mencela dan mecaci-maki, memfitnah, berprasangka buruk, iri, dengki dan ingkar janji jadi santapan sehari-hari. Dan lain sebagainya, dan lain sebagainya.

Jika kenyataannya demikian, tidakkah kita lebih pantas disebut, dengan bahasa ekstrimnya, sebagai bagian dari umat yang telah mengkhianati nilai-nilai kitab suci Al Qur'an?? Terlebih jika tidak adanya usaha-usaha perbaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan mengamalkan rumusan-rumusan yang tertuang dalam ajaran Qur'an itu sendiri. Maka dari itu, melalui momen dan semangat "Nuzulul Qur'an" marilah kita berusaha untuk tidak sekedar membaca dan sibuk menghafalkan Al Qur'an, tapi juga mencoba istiqamah mengamalkan kandungan-kandungan mulia yang ada dalam Al Qur'an. Dengan begitu semoga Al Qur'an bisa menjadi syafaat dalam kesejahteraan kehidupan di dunia maupun akherat kelak.

"Allahummarhamna bil Qur'an, waj’alhu lana imaaman wa nuuran wa hudan wa rahmah. Allahumma dzakkirna minhu maa nasiina wa ’allimna minhu maa jahiilna, warzuqna tilaawatahu aana al laili wa athrofannahar, waj’alhu lana hujjatan Yaaa rabbal ‘alamiin", (Ya Allah, kasih sayangilah kami dengan sebab Al Quran, dan jadikanlah Al Quran sebagai pemimpin, sebagai cahaya, sebagai petunjuk dan sebagai rahmat bagi kami. Ya Allah ingatkanlah kami dari apa-apa yang kami lupa dalam Al Quran yang telah Kau jelaskan dan ajarilah kami terhadap apa-apa yang kami belum ketahui dalam Al Qur'an, dan karuniakanlah kami untuk selalu sempat membaca AlQuran pada malam dan siang hari, dan jadikanlah Al Quran sebagai hujjah bagi kami Wahai Dzat yang menguasai alam semesta). Wallahua'lam bis shawab.


* Santri di Universitas Ibn Tofail Kenitra, Maroko.
   Kenitra, 04 Agustus 2012/15 Ramadhan 1433 H

Jumat, 03 Agustus 2012

Lezatnya Menyantap Sup Harirah Saat Berbuka di Maroko

“RAMADHAN KARIM”, demikian tulisan di spanduk, baliho menjelang Ramadhan tiba. Pesan seperti ini sudah terpampang jelas di setiap restoran dan kedai makan Maroko.
Hampir semua restoran di sini membuat sepanduk dengan ukuran besar dan sedang menyesuaikan dengan besar dan kecilnya  restoran tersebut.

Setengah jam menjelang maghrib tiba semua restoran sudah di penuhi banyak orang yang ingin melakukan buka bersama di luar.

Memang tidak semua warga Maroko melakukan buka puasa di luar, yang terpenting bagi mereka adalah menu ta’jilnya yaitu sup Harirah yang menjadi menu wajib di saat ta’jil buka puasa.

“Bagi warga Maroko belum di katakana berbuka puasa jika belum menikmati sup Harirah karena ini adalah tradisi orang Maroko,”  tutur Layla Dahamou salah satu pemilik kedai yang menghidangkan menu ta’jil khas Maroko.
Meski demikian restoran yang berderet di sepanjang jalan ibukota Maroko selalu dipenuhi oleh para pengunjung dari kalangan menengah ke atas sampai kalangan menengah ke bawah, bahkan tidak sedikit para turis yang penasaran ingin berbuka puasa diluar hanya untuk merasakan menu ta’jil khas Maroko yang terkenal unik.

Menu ta’jil khas Maroko di antaranya: Sup Harirah yang terbuat dari tepung, kacang adas, kacang hamus, sariyah (sejenis mi) di tambah dengan aroma daun kasburoh (daun ketumbar)  yang di tuangkan ke dalam mangkok, telor rebus juga menjadi satu paket menu ta’jil khas Maroko di tambah dengan Chubakiyah yaitu kue manis yang terbuat dari tepung gandum yang dicampur dengan madu, dalam penyajian Chubakiyah disandingkan dengan tiga butir kurma, untuk minumnya bervariasi ada air putih, jus jeruk, kopi cream, namun yang lebih dominan mereka memilih Syai Na’na (Teh mint khas Maroko). Untuk menu tambahannya roti Croissan dan Syahma.


Untuk harga tiap porsinya beragam mulai dari 17 dirham atau kurang lebih 20.000 rupiah sampai 32 dirham, semua tergantung di mana mereka membeli menu ta’jil tersebut, tentunya restoran yang terkenal dan menarik pelayanannya harganya lebih mahal.

Untuk menandai datangnya waktu maghrib tiba Maroko memilki tradisi tersendiri dengan ditandai bunyi ledakan meriam yang bersumber dari istana kerajaan. Mungkin bagi orang asing yang pertamakali merasakan buka puasa di Maroko akan dikagetkan oleh suara meriam tersebut.

“Ketika waktu buka puasa tiba saya terperangah dan kaget seolah ada bom yang meledak di samping restoran” tutur Ahmad Lubaid salah satu mahasiswa yang baru pertamakalinya merasakan buka puasa di Maroko.
Suasana seperti diatas tidak hanya terdapat di jantung ibukota saja, akan tetapi suasana tersebut menyeluruh serempak di berbagai kota-kota Maroko begitu juga dengan menu ta’jilnya. Inilah yang membuat suasana Ta’jil di Maroko terbilang unik.*/Kusnadi El-Ghezwa, Maroko.

Dimuat di : http://www.hidayatullah.com/read/24029/31/07/2012/sup-kharirah,-menu-ta%E2%80%99jil-unik-khas-maroko.html
http://www.tribunnews.com/2012/08/03/lezatnya-menyantap-sup-harirah-saat-berbuka-di-maroko

PCINU MAROKO

PCINU MAROKO

Followers