Our Partners

Gunakan GSunni Mesin Pecari Aswaja, agar tidak tersesat di situs2 wahabi.. klik sini..

PCINU Maroko

get this widget here

Resources

Catwidget2

?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts4\"><\/script>");

Catwidget1

Pages

Catwidget4

?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts4\"><\/script>");

Catwidget3

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Senin, 06 Agustus 2012

Puasa, Perspektif Agama dan Budaya

Puasa ramadhan adalah salah satu rukun Islam yang agung dan memiliki pahala yang tiada tara. Banyak keutamaan dalam bulan ramadhan yang termaktub dalam Hadits-Hadits Nabi diantara keutamaannya ialah pahala yang berpuasa itu sangat besar , kalau kebaikan selain puasa ada balasannya dari 10 x lipat sampai 700x lipat sedangkan puasa Allah sendiri yang membalasnya, sebagaimana dalam hadits di jelaskan : "Setiap amal kebaikan manusia akan dibalas 10 kali lipat sampai 700 kali lipat, Allah berfirman: Kecuali puasa, sesungguhnya puasa untuk-Ku, ia meninggalkan syahwat, makan, dan minum karena Aku, Bagi orang yang berpuasa ada 2 kebahagiaan, bahagia ketika berbuka puasa dan ketika bertemu Tuhannya, dan bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi menurut Allah dari minyak misik" . 

Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hukum puasa ramadhan adalah wajib atas muslim yang baligh, berakal, dan mampu. Berdasarkan hadits Rosulullah SAW  yang artinya : "Islam dibangun atas 5 dasar : syahadat "tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah rosulullah," mendirikan sholat, membayar zakat, puasa ramadhan dan haji kebaitullah." (Muttafaq 'Alaihi).  Allah SWT juga telah menegaskan di dalam  al qur’an yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” ( Q.S. Al Baqoroh: 183).

Meski puasa ramadhan berada pada urutan yang ke empat setelah rukun ketiga yaitu zakat, namun ritual ini memiliki otoritas yang sama yaitu perintah untuk melaksankannya sebulan penuh. Dalam prakteknya  banyak Muslim yang tidak berkomitmen untuk melaksanakan sholat  yang telah di wajibkan setiap harinya lima kali, tapi ketika ramadhan datang mereka berusaha untuk tidak makan dan minum selama bulan ramadhan.

Mengapa sebagian Muslim seolah menulikan telinga ketika mendengarkan panggilan sholat lima waktu sementara mereka rela tidak makan dan minum di siang hari selama bulan ramadhan tanpa merasa bersalah sedikitpun bahwa ada ibadah lain yang harus di kerjakan?

Kelima rukun Islam yang telah di tetapkan oleh Allah SWT telah di atur sedemikan rupa serta di dalamnya terdapat maslahah dan hikmah tersendiri. Ketika seseorang mengimani semua yang telah di tetapkan oleh Allah SWT berarti ia telah berikrar dan meyaikini dengan hati, dibenarkan oleh lisannya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah serta mengaplikasikan dalam kehidupannya dengan melaksankan semua perintah-perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. 

Oleh karena itu, tampak aneh sekali jika melihat orang berpuasa ramadhan, namun enggan untuk melakukan sholat yang termasuk dalam lima rukun islam tersebut. Untuk kategori ini, orang tersebut di katagorikan sebagai orang munafik karena telah mendustakan agamanya sendiri.  Allah SWT berfirman yang artinya ”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka, dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”. (QS.An-Nisaa’: 14).

Tetapi jika kita melihatnya dari perspektif lain, kita dapat menemukan pemahaman lain dari fenomena ini. Tidak seperti shalat, puasa selama bulan ramadhan bukan lagi di jadikan sebagai ritual keagamaan atau kewajiban seorang muslim melainkan upacara budaya belaka. Mengapa? karena orang yang tidak melaksanakan sholat atau bahkan tidak merespon ajaran-ajaran Islam lainnya masih merasa gembira dan bersemangat dengan kedatangan bulan suci ramadhan. Dimensi sosial dan budaya yang kuat ramadan dalam arti umum dari masyarakat membuatnya menjadi tugas secara paksa pada orang. Karena setiap usaha untuk bertentangan dengan ritual puasa selama bulan ramadhan hanya akan menimbulkan ketidaknyamanan psikologis bagi sipelaku.

Alasan lain yang menunjukkan bahwa ramadhan memiliki dimensi budaya dalam masyarakat kita adalah ketika kita melihat beberapa orang yang terlibat dalam tindakan yang melanggar Syar’I dan tidak bermoral selama malam-malam ramadhan, tapi paginya ia tetap berpuasa. Lebih lucu lagi adalah berhentinya seorang pemabuk, pekerja seks komersial dan para koruptor sebelum awal sampai akhir ramadhan dalam rangka menghormati bulan suci ramadhan tapi setelah itu ia mengulangi perbuatan dosanya tersebut, tapi tanpa rasa malu dan bersalah ia mengatakan puasa di pagi harinya karena tidak makan dan minum sampai adzan maghrib tiba.

Semua praktek-praktek ini  tentunya  jauh dari tuntunan agama, tetapi, sayangnya masih ada orang-orang yang larut dalam tindakan asusila dan tidak bermoral tersebut. Mereka justru cenderung untuk melakukan ritual puasa selama bulan ramadhan bukan sebagai tindakan ketaatan kepada ajaran agama, tetapi hanya karena ramadhan memiliki dimensi lain yaitu sosial-budaya dimana ia memperoleh kewenangannya sebagai warga masyarakat.
Wallohu ‘alam bishowab.
*Oleh:  Kusnadi El Ghezwa, Maroko.
                  

Comments :

0 komentar to “Puasa, Perspektif Agama dan Budaya”